BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bisnis hijau (Green business) adalah sebuah istilah yang mungkin tidak asing namun
tak banyak juga orang yang paham. Sederhananya bisnis hijau adalah sebuah
pendekatan lingkungan dan sosial dalam menjalankan aktifitas bisnis agar
terjadi keberlanjutan bagi generasi mendatang akan tersedianya sumber-sumber
daya alam. Bayangkan jika aktifitas bisnis terus menerus merusak alam, anak
cucu kita bisa makin sengsara. Tak heran untuk mengenalkan konsep hijau ini
banyak digelar perhelatan akbar sekelas ekspo bertemakan bisnis hijau di
gedung-gedung pameran paling bergengsi di kota-kota besar.
Sehingga
semakin banyak masyarakat yang memahami pentingnya melaksanakan aktivitas
bisnis yang tidak menimbulkan efek negatif kepada masyarakat, lingkungan sosial
dan perekonomian secara keseluruhan. Harapannya, dengan menerapkan konsep hijau
maka aktifitas bisnis mulai dari produksi sampai barang jadi bahkan bagaimana
memasarkannya, menjadi ramah lingkungan serta peduli sosial dan tetap
mendapatkan uang. Bisnis yang berdasarkan produk berbahan baku ramah lingkungan
ataupun daur ulang sudah menjadi tren saat ini dan masa yang akan datang.
Bisnis hijau terlahir dari
adanya kesadaran terhadap Merebaknya kasus-kasus kerusakan lingkungan mulai dari yang kecil
sampai ke tahap yang bersifat serius di indonesia merupakan dampak dari
terakumulasinya kerusakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Berbagai faktor
menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan tersebut, mulai dari prilaku
individu yang tidak care terhadap alam sampai pada masalah yang
ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang mengekploitasi alam untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah
lingkungan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana lingkungan antara lain
banjir, longsor, kenaikan temperatur, perubahan iklim, dan cuaca buruk yang melanda
sebagian wilayah Indonesia yang terjadi beberapa hari ini. Rusaknya lingkungan juga selaras dengan
banyaknya pengangguran dan tingginya tingkat kemiskinan
Ide bisnis
hijau pilihannya sangat beragam, sebab pada dasarnya semua bisnis dapat
dijalankan. Karena itu inovasi diperlukan untuk menciptakan metode, cara yang
berbeda dari yang sudah ada. Inovasi diperlukan dari sekedar kreatifitas, sebab
bagaimanapun juga bisnis harus menghasilakan keuntungan. Kreatif menciptakan
ide-ide baru, namun tak bisa mengkomersilkannya tentulah bukan cara berbisnis
yang baik.
Green business memiliki makna sebagai sebuah proses
untuk mengkonfigurasi ulang proses bisnis dan infrastruktur guna menghasilkan
manfaat yang lebih baik bagi lingkungan,
manusia, dan nilai infestasi ekonomis, dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan kualitas perilaku manusia, mengurangi emisi gas, mengurangi
eksploitasi atau penyalahgunaan sumber daya alam, menurangi sampah lingkungan,
dan menurunkan kesenjangan sosial. Di dalam green business, ditekankan
bagaimana cara untuk menerapkan atau menciptakan suatu sistem yang tujuannya
mengurangi dampak negatif dari aktivitas suatu perusahaan.
Tujuan utama green business adalah untuk mengurangi
bahkan menghilangkan dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi suatu
perusahaan dan penggunaan dari produk perusahaan itu sendiri. Green business
memiliki ciri-ciri seperti menggambungkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam
keputusan bisnis, memproduksi produk atau jasa yang ramah lingkungan, memasok
produk dan jasa yang ramah lingkungan, dan mempunyai komitmen yang kuat untuk
mempertahankan prinsip-prinsip lingkungan dalam menjalankan bisnis.
Dalam dunia bisnis Islam menekankan adanya moralitas seperti persaingan yang
sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Implementasi nilai-nilai moralitas
tersebut dalam bisnis merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku bisnis. Bagi
seorang muslim, nilai-nilai ini merupakan refleksi dari keimanannya kepada
Allah, bahkan Rasulullah memerankan dirinya sebagai muhtasib di pasar dalam
berbisnis. Beliau menegur langsung transaksi perdagangan yang tidak
mengindahkan nilai-nilai moralitas.
Konsep bisnis
hijau islam ini diharapkan menjadi jalan keluar. Menjadi jembatan antara
pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat
sumber daya alam. Tentunya konsep ekonomi hijau baru akan membuahkan hasil jika
kita mau merubah perilaku.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan Bisnis hijau.
2. Apasajakah tantangan, strategi dan solusi dalam Bisnis hijau.
3. Bagaimanakah Konsep
Bisnis Hijau dalam Islam.
BAB II
DEVINISI-DEVINISI
Pendekatan yang dilakukan oleh
pelaku bisnis untuk mempertahankan kesinambungan dalam aktivitasnya yang
berwawasan lingkungan dikenal dengan bisnis hijau (green business)
(Sulistyowati, 2002).
those business that, across the whole economy, have made
efforts to introduce low-carbon, resource efficient, and/or re-manufactured
products, processes, services and business models, which allow them to operate
and deliver in a significant;y more sustainable way than their closest
competitors”
(Ernst & Young, 2008 dalam
Khotimah & Darsin, 2012.)
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dalam Octavia (2012) bahwa “Greening
business management” adalah strategi pengelolaan lingkungan yang terpadu yang
meliputi pengembangan struktur organisasi, sistem dan budidaya dalam suatu
kompetensi hijau dengan cara menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang
pengelolaan lingkungan, termasuk pengelolaan bahan baku, pengolahan limbah,
penggunaan sumberdaya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan
limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh
karyawan dalam organisasinya.
“Greening Business Management” adalah
strategi pengelolaan lingkungan yang terpadu yang meliputi pengembangan
struktur organisasi, sistem dan budidaya dalam suatu kompetensi hijau dengan
cara menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan lingkungan,
termasuk pengelolaan bahan baku, pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya alam
yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan limbah minimal
serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam
organisasinya (Sari dan
Raharja, 2012).
Dalam buku Introduction to
E-Business Management and Strategy (Combe, 2006 dalam dalam Khotimah & Darsin, 2012), Combe mendefinisikan Electronic
business (e-business) sebagai penggunaan internet untuk jaringan dan memberdayakan proses bisnis, perdagangan elektronik, komunikasi organisasi dan kolaborasi dalam perusahaan dan dengan
pelanggan, pemasok, dan pemangku kepentingan lainnya. E-bisnis memanfaatkan
internet, intranet, extranet
dan jaringan lain untuk mendukung
proses komersial mereka.
Sedangkan electronic
commerce (e-commerce)
adalah pembelian dan penjualan, pemasaran dan pelayanan produk dan jasa melalui jaringan komputer
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pelaksanaan Bisnis hijau
Saat ini, pelaksanaan bisnis hijau belum dalam pencapaian
yang baik. Masih banyak para pelaku bisnis yang masih berpegang pada ekonomi
konvensional. Menurut Mutamimah (2011) Saat ini, bisnis hijau masih dipahami
sangat sempit dan diimplementasikan secara terpotong-potong, baru terbatas pada
aktivitas jangka pendek dan hanya setiap ada even.
Tetapi tidak dipungkiri pula
terdapat beberapa perusahaan yang mulai menerapkan bisnis hijau. Dalam tulisan Sari dan Raharja (2012) menyatakan bahwa berdasarkan
pengalaman dari beberapa industri, maka ada empat alasan
yang menjadi penyebab bisnis harus
meletakan masalah lingkungan sebagai aspek yang penting dalam usahanya, yaitu:
a.
Lingkungan dan efisiensi.
Dengan adanya kesadaran bahwa
sumber daya alam (materi dan energi) sangat terbatas, maka apapun juga harus
dilakukan untuk mengurangi penggunaannya;
b.
“Image” lingkungan.
Mempunyai sikap positif
terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang baik untuk dapat menumbuhkan
“image” yang selanjutnya untuk memperbesar “market
share”;
c.
Lingkungan dan peluang pasar.
Dengan adanya tuntutan pasar
terhadap pelaku bisnis dan dunia usaha dalam hal Sistem Manajemen Lingkungan
(SML), yang selanjutnya dikembangkan menjadi pemberian sertifikasi ISO 14001,
maka hal ini memberikan dampak positif pada dunia usaha.;
d.
Ketaatan terhadap peraturan lingkungan
Meskipun
“law enforcement” pemerintah masih
lemah, namun demikian apabila terjadi pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan
ataupun adanya pengaduan masyarakat akibat dampak dari suatu aktivitas
industri, maka akan berdampak negatif terhadap reputasi industri tersebut
Ada
asosiasi kuat antara tindakan perusahaan lingkungan dan tanggung jawab sosial,
akan mempertinggi perilaku pembelian pada konsumen hijau. Strategi hijau
mendorong pembelian sehingga dapat meningkatkan penerimaan dari penjualan. Menurut Hosein
(2011:542) kegiatan
pemasaran
hijau akan memungkinkan perusahaan lebih bersinar di bandinkan pesaing mereka dengan menawarkan produk-produk baru dengan keuntungan tambahan,
di pasar baru.
Implementasi bisnis yang ramah lingkungan dapat menjadi keunggulan bersaing
diantara persaingan yang ketat, karena produk yang ditawarkan mempunyai nilai
tambah ramah lingkungan dibandingkan pesaing.
Adapun menurut (Putri, 2010) beberapa alasan mengapa banyak
perusahaan yang menerapkan green
innovation dalam bisnis hijau. Pertama-tama, mereka memiliki niat dan punya
kesadaran sosial yang tinggi terhadap green
innovation. Kedua, masyarakat semakin berkembang ke arah green consumer. Ketiga, green innovation adalah peluang yang
menarik. Keempat, adanya Protokol Kyoto yang mewajibkan negara maju untuk
mengurangi emisi karbonnya sebesar 6-8% hingga tahun 2012.
3.2 Tantangan Bisnis Hijau
Dalam mewujudkan green and clean
terdapat tantangan yang dapat dikatakan tidak mudah untuk diselesaikan, mulai
dari masalah yang bersifat teknis hingga konsep ekonomi dan politik yang
disebutkan sebelumnya. Dari segi ekonomi misalnya, solusi ekonomi Kapitalisme
dalam menjaga lingkungan selama ini hanya tertuju kepada bagaimana pembangunan
yang ada bersifat ramah lingkungan (friendly environment). Selain itu,
juga mengatur bagaimana investasi-investasi yang ada tidaklah pada kegiatan
yang dapat membahayakan lingkungan.
Namun, dua solusi (pembangunan dan
investasi yang ramah lingkungan) di atas terasa dilematis. Karena dalam
paradigma ekonomi kapitalis-liberalis adalah bagaimana mencapai pertumbuhan
ekonomi setinggi mungkin. Hal tersebut dilakukan atas asumsi, semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan
masyarakat.
Padahal, pertumbuhan ekonomi setinggi
mungkin tidaklah sejalan dengan pembangunan dan investasi yang ramah lingkungan
yang menimbulkan kehati-hatian dalam melaksanakan aktivitas ekonomi.
Begitupula halnya dengan investasi. Lihat saja bagaimana perkembangan
investasi selama ini yang lebih cenderung mengejar profit oriented
semata. Sebagai contoh investasi di bidang energi terbarukan yang ramah lingkungan,
masih terbilang sangat kecil .
Bisnis hijau akan menghasilkan produk
hijau. Menurut Octavia(2012) ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan
dalam bisnis hijau, yaitu :
a.
Harga
Ternyata meski pada umumnya kesadaran
konsumen terhadap lingkungan terus meningkat tetapi harga penawaran produk
hijau yang masih tinggi menjadi pengaruh yang paling tinggi untuk memutuskan
membeli produk hijau.
b.
Kepercayaan
Selain harga ada juga maslah ketidakpercayaan konsumen pada
label “hijau” atau ecolabel, konsumen Indonesia sebagian berpendapat bahwa
informasi itu tidak akurat.
c.
Edukasi
Informasi mengenai fungsi, manfaat, serta keunggulan
dari produk hijau atau produk yang ramah
lingkungan masih rendah, sehingga sebagian konsumen masih enggan membeli produk
hijau dengan harga premium.
d.
Target
Pasar
Target pasar untuk produk hijau adalah ceruk pasar, karena
targetnya adalah untuk konsumen yang peduli dengan lingkungan dan rela membayar
sejumlah uang untuk membeli produk hijau.
3.3 Strategi Bisnis Hijau
Apa yang harus dilakukan jika akan
mengembangkan bisnis hijau. Berikut beberapa langkah yang harus dilakukan dalam
bisnis hijau di Indonesia (Octavia, 2012) :
a.
Harga
Premium dengan
Harga Terjangkau
Jika produsen tetap menawarkan harga premium maka harus
mengedukasi konsumen adanya extra value dalam produk hijau yang ditawarkan
seperti keunggulan, perbedaan dari produk non hijau maupun produk hijau yang
ditawarkan lebih terjangkau, kualitas premium, dan lain-lain.
Target pasar harga premium terbatas pada ceruk pasar.
Sedangkan jika produsen produk hijau menawarkan harga yang lebih terjangkau
bagi konsumen, produsen cukup mengedukasi perbedaan produk non hijau dengan
produk hijau yang mereka tawarkan. Target pasarnya akan lebih luas dibanding
harga premium, pasarnya lebih massal.
b.
Komunikasi
dan Edukasi
Memberikan informasi seperti melakukan komunikasi lewat
iklan, memberi edukasi pada konsumen seperti seminar mengenai lingkungan, open
factory bagi pelajar atau masyarakat umum, melibatkan konsumen dalam proses CSR
(Corporate Social Responsibility)
misalnya dengan ikut berpartisipasi dalam acara yang diadakan oleh perusahaan
yang berkaitan dengan lingkungan seperti penanaman pohon, sepeda santai, gerak
jalan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan memberi informasi yang lebih mengenai
lingkungan kepada konsumen dan meningkatkan kepercayaan terhadap produk hijau
yang ditawarkan.
3.4 Solusi Bisnis hijau Untuk Pencapaian
Green Ekonomi
Menurut ketua program studi Manajemen
Unissula, Mutamimah (2011) dalam mengimplementasikan bisnis hijau diperlukan
keseriusan dan komitmen stakeholders, misalnya dukungan pemerintah mengenai
produk yang boleh dijual dengan standar green, dukungan dan kesadaran
masyarakat, perusahaan, serta perbankan. Lebih lanjut Muhammad Islam (2011)
mengemukakan bahwa dalam palaksanaan ekonomi hijau ini peran
masing-masing stakeholders mulai dari kalangan pemerintahan,
swasta/perusahaan, akademisi dan masyarakat sipil sangatlah penting, berikut
ini adalah gambaran peran-peran dari stakeholders:
a.
Pengambil
kebijakan (pemerintah) memiliki peranan yang cukup sentral
khususnya dalam merumuskan serangkaian peraturan mengenai Ekonomi Hijau yang
aplikatif sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan Ekonomi Hijau, termasuk
menerjemahkannya kedalam pembahasan anggaran belanja negara.
b.
Pihak swasta
atau perusahaan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti
inovasi-inovasi ramah lingkungan dari kalangan akademisi untuk diproduksi
secara masal dan dipasarkan kepada masyarakat umum. Selain itu mengoptimalkan
pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk digunakan
dalam upaya pelestarian lingkungan.
c.
Masyarakat
sipil
berperan untuk turut mengkampanyekan konsep ekonomi hijau sehingga dapat
selektif untuk membatasi penggunaan produk yang dapat mencemari lingkungan dan
membentuk pola konsumsi yang ramah terhadap lingkungan, serta semakin banyak
masyarakat yang terbentuk kesadarannya untuk menjadi green konsumen.
d.
Perbankan,
diharapkan dapat memasukan faktor yang merusak kelestarian lingkungan kedalam
penilaian kelayakan usaha, serta melakukan diversifikasi bunga yang lebih
tinggi kepada kegiatan usaha atau konsumsi yang dapat merusak lingkungan dan
sebaliknya memberikan bunga yang lebih rendah untuk proses produksi dan
konsumsi yang berdampak pada kelestarian lingkungan.
3.5 Konsep Bisnis Hijau dalam Islam
Konsep-konsep dalam menjaga lingkungan dari
kerusakan sesungguhnya telah diatur dalam kaidah-kaidah islam, begitu pula
dalam berbisnis yang disebut dengan etika bisnis dalam islam. Hanya saja kata
“Green” baru disebut-sebut dalam beberapa tahun belakangan ini. Ziaulhaq (2012) mengungkapkan bahwa Sejak semula Islam telah menyuarakan “green” dan menurut Islam, hidup
ramah lingkungan merupakan suatu kewajiban.
Berikut ini adalah Surat
Ar Rum ayat 41-42 tentang Larangan Membuat Kerusakan di Muka Bumi yang melarang kt merusak lingkungan dan Surah
Al A’raf Ayat 56-58 tentang Peduli Lingkungan.
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut
disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah : Adakanlah perjalanandimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang
yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 41-42)
Artinya : “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan
apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian adalah anggapan
orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan
masuk neraka.”. Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka
bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan
orang-orang yang berbuat ma’siat? (QS Sad : 27 -28)
Secara umum bisnis
diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan
efisien. Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau
uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan
Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai ”the buying and selling of
goods and services”. Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tak lain
adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang
dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
Adapun dalam Islam, bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya
(barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Islam
mengajarkan bahwa tidak semua barang dan jasa dapat dikonsumsi dan diproduksi.
Menurut M
. Hatta (2011) cara Islam dalam memanfaakan, menjaga,
dan mengelola lingkungan terutama terkait dengan kebijakan politik, ekonomi dan
sains teknologinya. Kebijakan
ekonomi yang utama dalam Islam adalah distribusi kekayaan yang merata di
tengah-tengah umat. Adapun permasalahan produksi adalah permasalahan kedua.
Apabila dalam tingkat produksi tertentu sudah mencukupi untuk kebutuhan
masyarakat, maka tingkat produksi tidak akan ditingkatkan hanya sekedar untuk
menambah pertumbuhan ekonomi.
Disisi lain, barang dan jasa yang
dihasilkan hanyalah barang dan jasa yang memang terkategori dibolehkan oleh
hukum syara. Tidak sebagaimana yang ada dalam sistem ekonomi Kapitalis barang
dan jasa apa saja akan tetap diproduksi selama ada orang yang menginginkannya
walaupun status barang dan jasa tersebut membahayakan dan merusak manusia.
Dengan demikian,
apabila tingkat produksi dibatasi hanya kepada barang dan jasa yang memang
dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat sehingga dapat dicegah tindakan
pengeksploitasian berlebih-lebihan terhadap sumber daya alam (SDA). Hal ini
tentunya akan melahirkan lingkungan yang baik.
Landasan
Normatif bisnis dalam islam:
a. Tauhid
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini maka pengusaha muslim dalam
melakukan aktivitas bisnis harus memperhatikan tiga hal: (1), tidak
diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar
pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama. (2), Allah yang
paling ditakuti dan dicintai QS. Al-Hujurat (49): 13. (3), tidak
menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan merupakan amanah
Allah QS. Al-An’am (6): 163.
b.
Keseimbangan (keadilan)
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi
syarat-syarat berikut: (1), produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti
pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi
dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. (2), setiap kebahagiaan individu
harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia
adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang
sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat. (3), tidak
mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.
c.
Kehendak Bebas
Manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk membimbing
kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam
bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak,
melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan potensi
bisnis yang ada.
d.
Pertanggung Jawaban
”Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya”. Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan potensi sumber
daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya,
melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam
al-Qur’an dan Sunnah rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau
acuan dan landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak
kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau yang
diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat menyimpulkan bahwa:
1. Implementasian Bisnis hijau bertumpu
pada tindakan
mengedapankan
lingkungan dan tanggung jawab sosial, dan untuk mewujudkannya diperlukan keseriusan dan komitmen dari semua
stakeholders.
2. Bisnis hijau islam (Islamic Green Business) merupakan sebuah pendekatan lingkungan dan sosial dalam
menjalankan aktifitas bisnis agar terjadi keberlanjutan bagi generasi mendatang
akan tersedianya sumber-sumber daya alam berdasarkan kaidah-kaidah
keislaman. Kesadaran berbisnis secara islami merupakan kesadaran tentang diri
sendiri dalam melihat hal yang baik dan yang buruk dalam membangun maupun
mengelola suatus bisnis.
3.2 Saran
Saran kami bagi para pembaca jika ingin ataupun memiliki usaha bisnis
sebaiknya melaksanakan “green business” secara seutuhnya berdasarkan kaidah
agama kita agar tercipta bisnis yang berkeadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam.
DAFTAR PUSTAKA
Khotimah T dan
Darsin. Model
E-Business Untuk Klaster Industri Kerajinan Gerabah.
M.
Hatta. 2011.
Mewujudkan Green and Clean
di Banua dengan Metode Islam. http://www.jurnal-ekonomi.org/mewujudkan-green-and-clean-di-banua-dengan-metode-islam/
Mutamimah. 2011. Bedah Subtansi Green
Business. Harian Suara Merdeka; Fakultas Ekonomi UNISSULA 2012.
Octavia D. 2012. Analisa Lingkungan Makro, Perilaku Konsumen
serta Peluang dan Strategi Bisnis Hijau Di Indonesia.
Putri,
Rinella. (2010). Strategi Green
Innovation, Mendukung Sustainability. http://vibizmanagement.com/column/index/category/strategic_management/2004/10
Sari MP dan Raharja S. 2012. Implementasi
Konservasi Moral Melalui pendidikan akuntansi berkarakter
Untuk Mengoptimalkan Peran Etika Bisnis dan ProfesiDalam Upaya Mewujudkan Greening Business Management
Ziaulhaq M. 2012. Islamic
Green Living “Gaya Hidup Islam untuk
Mengatasi Pemanasan Global”. http://www.bukabuku.com/browse/bookdetail/102827/islamic-green-living.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar