Selasa, 12 Februari 2013

makalah greeb business



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Bisnis hijau (Green business) adalah sebuah istilah yang mungkin tidak asing namun tak banyak juga orang yang paham. Sederhananya bisnis hijau adalah sebuah pendekatan lingkungan dan sosial dalam menjalankan aktifitas bisnis agar terjadi keberlanjutan bagi generasi mendatang akan tersedianya sumber-sumber daya alam. Bayangkan jika aktifitas bisnis terus menerus merusak alam, anak cucu kita bisa makin sengsara. Tak heran untuk mengenalkan konsep hijau ini banyak digelar perhelatan akbar sekelas ekspo bertemakan bisnis hijau di gedung-gedung pameran paling bergengsi di kota-kota besar.
Sehingga semakin banyak masyarakat yang memahami pentingnya melaksanakan aktivitas bisnis yang tidak menimbulkan efek negatif kepada masyarakat, lingkungan sosial dan perekonomian secara keseluruhan. Harapannya, dengan menerapkan konsep hijau maka aktifitas bisnis mulai dari produksi sampai barang jadi bahkan bagaimana memasarkannya, menjadi ramah lingkungan serta peduli sosial dan tetap mendapatkan uang. Bisnis yang berdasarkan produk berbahan baku ramah lingkungan ataupun daur ulang sudah menjadi tren saat ini dan masa yang akan datang.
Bisnis hijau terlahir dari adanya kesadaran terhadap  Merebaknya kasus-kasus kerusakan lingkungan mulai dari yang kecil sampai ke tahap yang bersifat serius di indonesia merupakan dampak dari terakumulasinya kerusakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan tersebut, mulai dari prilaku individu yang tidak care terhadap alam sampai pada masalah yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang mengekploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana lingkungan antara lain banjir, longsor, kenaikan temperatur, perubahan iklim, dan cuaca buruk yang melanda sebagian wilayah Indonesia yang terjadi beberapa hari ini. Rusaknya lingkungan juga selaras dengan banyaknya pengangguran dan tingginya tingkat kemiskinan
Ide bisnis hijau pilihannya sangat beragam, sebab pada dasarnya semua bisnis dapat dijalankan. Karena itu inovasi diperlukan untuk menciptakan metode, cara yang berbeda dari yang sudah ada. Inovasi diperlukan dari sekedar kreatifitas, sebab bagaimanapun juga bisnis harus menghasilakan keuntungan. Kreatif menciptakan ide-ide baru, namun tak bisa mengkomersilkannya tentulah bukan cara berbisnis yang baik.
Green business memiliki makna sebagai sebuah proses untuk mengkonfigurasi ulang proses bisnis dan infrastruktur guna menghasilkan manfaat yang lebih  baik bagi lingkungan, manusia, dan nilai infestasi ekonomis, dan pada saat yang bersamaan meningkatkan kualitas perilaku manusia, mengurangi emisi gas, mengurangi eksploitasi atau penyalahgunaan sumber daya alam, menurangi sampah lingkungan, dan menurunkan kesenjangan sosial. Di dalam green business, ditekankan bagaimana cara untuk menerapkan atau menciptakan suatu sistem yang tujuannya mengurangi dampak negatif dari aktivitas suatu perusahaan.
Tujuan utama green business adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi suatu perusahaan dan penggunaan dari produk perusahaan itu sendiri. Green business memiliki ciri-ciri seperti menggambungkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam keputusan bisnis, memproduksi produk atau jasa yang ramah lingkungan, memasok produk dan jasa yang ramah lingkungan, dan mempunyai komitmen yang kuat untuk mempertahankan prinsip-prinsip lingkungan dalam menjalankan bisnis.
Dalam dunia bisnis Islam menekankan adanya moralitas seperti persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Implementasi nilai-nilai moralitas tersebut dalam bisnis merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku bisnis. Bagi seorang muslim, nilai-nilai ini merupakan refleksi dari keimanannya kepada Allah, bahkan Rasulullah memerankan dirinya sebagai muhtasib di pasar dalam berbisnis. Beliau menegur langsung transaksi perdagangan yang tidak mengindahkan nilai-nilai moralitas. 
Konsep bisnis hijau islam ini diharapkan menjadi jalan keluar. Menjadi jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam. Tentunya konsep ekonomi hijau baru akan membuahkan hasil jika kita mau merubah perilaku.




1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan Bisnis hijau.
2. Apasajakah tantangan, strategi dan solusi dalam Bisnis hijau.
3. Bagaimanakah Konsep Bisnis Hijau dalam Islam.



BAB II
DEVINISI-DEVINISI

Pendekatan yang dilakukan oleh pelaku bisnis untuk mempertahankan kesinambungan dalam aktivitasnya yang berwawasan lingkungan dikenal dengan bisnis hijau (green business) (Sulistyowati, 2002).
those business that, across the whole economy, have made efforts to introduce low-carbon, resource efficient, and/or re-manufactured products, processes, services and business models, which allow them to operate and deliver in a significant;y more sustainable way than their closest competitors” (Ernst & Young, 2008 dalam Khotimah & Darsin, 2012.)
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dalam Octavia (2012) bahwa “Greening business management” adalah strategi pengelolaan lingkungan yang terpadu yang meliputi pengembangan struktur organisasi, sistem dan budidaya dalam suatu kompetensi hijau dengan cara menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan lingkungan, termasuk pengelolaan bahan baku, pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam organisasinya.
 “Greening Business Management” adalah strategi pengelolaan lingkungan yang terpadu yang meliputi pengembangan struktur organisasi, sistem dan budidaya dalam suatu kompetensi hijau dengan cara menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan lingkungan, termasuk pengelolaan bahan baku, pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam organisasinya (Sari dan Raharja, 2012).
Dalam buku Introduction to E-Business Management and Strategy (Combe, 2006 dalam dalam Khotimah & Darsin, 2012), Combe mendefinisikan Electronic business (e-business) sebagai penggunaan internet untuk jaringan dan memberdayakan proses bisnis, perdagangan elektronik, komunikasi organisasi dan kolaborasi dalam perusahaan dan dengan pelanggan, pemasok, dan pemangku kepentingan lainnya. E-bisnis memanfaatkan internet, intranet, extranet dan jaringan lain untuk mendukung proses komersial mereka. Sedangkan electronic commerce (e-commerce) adalah pembelian dan penjualan, pemasaran dan pelayanan produk dan jasa melalui jaringan komputer



BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pelaksanaan Bisnis hijau
Saat ini, pelaksanaan bisnis hijau belum dalam pencapaian yang baik. Masih banyak para pelaku bisnis yang masih berpegang pada ekonomi konvensional. Menurut Mutamimah (2011) Saat ini, bisnis hijau masih dipahami sangat sempit dan diimplementasikan secara terpotong-potong, baru terbatas pada aktivitas jangka pendek dan hanya setiap ada even.
Tetapi tidak dipungkiri pula terdapat beberapa perusahaan yang mulai menerapkan bisnis hijau. Dalam tulisan Sari dan Raharja (2012) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman dari beberapa industri, maka  ada empat alasan yang menjadi penyebab bisnis harus meletakan masalah lingkungan sebagai aspek yang penting dalam usahanya, yaitu:
a.    Lingkungan dan efisiensi.
Dengan adanya kesadaran bahwa sumber daya alam (materi dan energi) sangat terbatas, maka apapun juga harus dilakukan untuk mengurangi penggunaannya;
b.   “Image” lingkungan.
Mempunyai sikap positif terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang baik untuk dapat menumbuhkan “image” yang selanjutnya untuk memperbesar “market share”;
c.    Lingkungan dan peluang pasar.
Dengan adanya tuntutan pasar terhadap pelaku bisnis dan dunia usaha dalam hal Sistem Manajemen Lingkungan (SML), yang selanjutnya dikembangkan menjadi pemberian sertifikasi ISO 14001, maka hal ini memberikan dampak positif pada dunia usaha.;
d.   Ketaatan terhadap peraturan lingkungan
Meskipun “law enforcement” pemerintah masih lemah, namun demikian apabila terjadi pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan ataupun adanya pengaduan masyarakat akibat dampak dari suatu aktivitas industri, maka akan berdampak negatif terhadap reputasi industri tersebut
Ada asosiasi kuat antara tindakan perusahaan lingkungan dan tanggung jawab sosial, akan mempertinggi perilaku pembelian pada konsumen hijau. Strategi hijau mendorong pembelian sehingga dapat meningkatkan penerimaan dari penjualan. Menurut Hosein (2011:542) kegiatan pemasaran hijau akan memungkinkan perusahaan lebih bersinar di bandinkan pesaing mereka dengan menawarkan produk-produk baru dengan keuntungan tambahan, di pasar baru. Implementasi bisnis yang ramah lingkungan dapat menjadi keunggulan bersaing diantara persaingan yang ketat, karena produk yang ditawarkan mempunyai nilai tambah ramah lingkungan dibandingkan pesaing.
Adapun menurut (Putri, 2010) beberapa alasan mengapa banyak perusahaan yang menerapkan green innovation dalam bisnis hijau. Pertama-tama, mereka memiliki niat dan punya kesadaran sosial yang tinggi terhadap green innovation. Kedua, masyarakat semakin berkembang ke arah green consumer. Ketiga, green innovation adalah peluang yang menarik. Keempat, adanya Protokol Kyoto yang mewajibkan negara maju untuk mengurangi emisi karbonnya sebesar 6-8% hingga tahun 2012.

3.2 Tantangan Bisnis Hijau

Dalam mewujudkan green and clean terdapat tantangan yang dapat dikatakan tidak mudah untuk diselesaikan, mulai dari masalah yang bersifat teknis hingga konsep ekonomi dan politik yang disebutkan sebelumnya. Dari segi ekonomi misalnya, solusi ekonomi Kapitalisme dalam menjaga lingkungan selama ini hanya tertuju kepada bagaimana pembangunan yang ada bersifat ramah lingkungan (friendly environment). Selain itu, juga mengatur bagaimana investasi-investasi yang ada tidaklah pada kegiatan yang dapat membahayakan lingkungan.
Namun, dua solusi (pembangunan dan investasi yang ramah lingkungan) di atas terasa dilematis. Karena dalam paradigma ekonomi kapitalis-liberalis adalah bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin. Hal tersebut dilakukan atas asumsi, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakat.
Padahal, pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin tidaklah sejalan dengan pembangunan dan investasi yang ramah lingkungan yang menimbulkan kehati-hatian dalam melaksanakan aktivitas ekonomi. Begitupula  halnya dengan investasi. Lihat saja bagaimana perkembangan investasi selama ini yang lebih cenderung mengejar profit oriented semata. Sebagai contoh investasi di bidang energi terbarukan yang ramah lingkungan, masih terbilang sangat kecil .

Bisnis hijau akan menghasilkan produk hijau. Menurut Octavia(2012) ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam bisnis hijau, yaitu :
a.    Harga
Ternyata meski pada umumnya kesadaran konsumen terhadap lingkungan terus meningkat tetapi harga penawaran produk hijau yang masih tinggi menjadi pengaruh yang paling tinggi untuk memutuskan membeli produk hijau.
b.   Kepercayaan
Selain harga ada juga maslah ketidakpercayaan konsumen pada label “hijau” atau ecolabel, konsumen Indonesia sebagian berpendapat bahwa informasi itu tidak akurat.
c.    Edukasi
Informasi mengenai fungsi, manfaat, serta keunggulan dari  produk hijau atau produk yang ramah lingkungan masih rendah, sehingga sebagian konsumen masih enggan membeli produk hijau dengan harga premium.
d.   Target Pasar
Target pasar untuk produk hijau adalah ceruk pasar, karena targetnya adalah untuk konsumen yang peduli dengan lingkungan dan rela membayar sejumlah uang untuk membeli produk hijau.

3.3 Strategi Bisnis Hijau
Apa yang harus dilakukan jika akan mengembangkan bisnis hijau. Berikut beberapa langkah yang harus dilakukan dalam bisnis hijau di Indonesia (Octavia, 2012)  :


a.    Harga Premium dengan Harga Terjangkau
Jika produsen tetap menawarkan harga premium maka harus mengedukasi konsumen adanya extra value dalam produk hijau yang ditawarkan seperti keunggulan, perbedaan dari produk non hijau maupun produk hijau yang ditawarkan lebih terjangkau, kualitas premium, dan lain-lain.
Target pasar harga premium terbatas pada ceruk pasar. Sedangkan jika produsen produk hijau menawarkan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen, produsen cukup mengedukasi perbedaan produk non hijau dengan produk hijau yang mereka tawarkan. Target pasarnya akan lebih luas dibanding harga premium, pasarnya lebih massal.
b.   Komunikasi dan Edukasi
Memberikan informasi seperti melakukan komunikasi lewat iklan, memberi edukasi pada konsumen seperti seminar mengenai lingkungan, open factory bagi pelajar atau masyarakat umum, melibatkan konsumen dalam proses CSR (Corporate Social Responsibility) misalnya dengan ikut berpartisipasi dalam acara yang diadakan oleh perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan seperti penanaman pohon, sepeda santai, gerak jalan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan memberi informasi yang lebih mengenai lingkungan kepada konsumen dan meningkatkan kepercayaan terhadap produk hijau yang ditawarkan.






3.4 Solusi Bisnis hijau Untuk Pencapaian Green Ekonomi
Menurut ketua program studi Manajemen Unissula, Mutamimah (2011) dalam mengimplementasikan bisnis hijau diperlukan keseriusan dan komitmen stakeholders, misalnya dukungan pemerintah mengenai produk yang boleh dijual dengan standar green, dukungan dan kesadaran masyarakat, perusahaan, serta perbankan. Lebih lanjut Muhammad Islam (2011) mengemukakan bahwa dalam palaksanaan ekonomi hijau ini peran masing-masing stakeholders mulai dari kalangan pemerintahan, swasta/perusahaan, akademisi dan masyarakat sipil sangatlah penting, berikut ini adalah gambaran peran-peran dari stakeholders:
a.    Pengambil kebijakan (pemerintah) memiliki peranan yang cukup sentral khususnya dalam merumuskan serangkaian peraturan mengenai Ekonomi Hijau yang aplikatif sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan Ekonomi Hijau, termasuk menerjemahkannya kedalam pembahasan anggaran belanja negara.
b.   Pihak swasta atau perusahaan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti inovasi-inovasi ramah lingkungan dari kalangan akademisi untuk diproduksi secara masal dan dipasarkan kepada masyarakat umum. Selain itu mengoptimalkan pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan.
c.    Masyarakat sipil berperan untuk turut mengkampanyekan konsep ekonomi hijau sehingga dapat selektif untuk membatasi penggunaan produk yang dapat mencemari lingkungan dan membentuk pola konsumsi yang ramah terhadap lingkungan, serta semakin banyak masyarakat yang terbentuk kesadarannya untuk menjadi green konsumen.
d.   Perbankan, diharapkan dapat memasukan faktor yang merusak kelestarian lingkungan kedalam penilaian kelayakan usaha, serta melakukan diversifikasi bunga yang lebih tinggi kepada kegiatan usaha atau konsumsi yang dapat merusak lingkungan dan sebaliknya memberikan bunga yang lebih rendah untuk proses produksi dan konsumsi yang berdampak pada kelestarian lingkungan.
3.5 Konsep Bisnis Hijau dalam Islam
Konsep-konsep dalam menjaga lingkungan dari kerusakan sesungguhnya telah diatur dalam kaidah-kaidah islam, begitu pula dalam berbisnis yang disebut dengan etika bisnis dalam islam. Hanya saja kata “Green” baru disebut-sebut dalam beberapa tahun belakangan ini. Ziaulhaq (2012) mengungkapkan bahwa Sejak semula Islam telah menyuarakan green” dan   menurut Islam, hidup ramah lingkungan merupakan suatu kewajiban.
Berikut ini adalah Surat Ar Rum ayat 41-42 tentang Larangan Membuat Kerusakan di Muka Bumi yang melarang kt merusak lingkungan dan Surah Al A’raf Ayat 56-58 tentang Peduli Lingkungan.

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanandimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 41-42)
Artinya : “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”. Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat ma’siat? (QS Sad : 27 -28)
Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai ”the buying and selling of goods and services”. Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tak lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
Adapun dalam Islam, bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Islam mengajarkan bahwa tidak semua barang dan jasa dapat dikonsumsi dan diproduksi.
Menurut M . Hatta (2011) cara Islam dalam memanfaakan, menjaga, dan mengelola lingkungan terutama terkait dengan kebijakan politik, ekonomi dan sains teknologinya. Kebijakan ekonomi yang utama dalam Islam adalah distribusi kekayaan yang merata di tengah-tengah umat. Adapun permasalahan produksi adalah permasalahan kedua. Apabila dalam tingkat produksi tertentu sudah mencukupi untuk kebutuhan masyarakat, maka tingkat produksi tidak akan ditingkatkan hanya sekedar untuk menambah pertumbuhan ekonomi.
Disisi lain, barang dan jasa yang dihasilkan hanyalah barang dan jasa yang memang terkategori dibolehkan oleh hukum syara. Tidak sebagaimana yang ada dalam sistem ekonomi Kapitalis barang dan jasa apa saja akan tetap diproduksi selama ada orang yang menginginkannya walaupun status barang dan jasa tersebut membahayakan dan merusak manusia.
Dengan demikian, apabila tingkat produksi dibatasi hanya kepada barang dan jasa yang memang dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat sehingga dapat dicegah tindakan pengeksploitasian berlebih-lebihan terhadap sumber daya alam (SDA). Hal ini tentunya akan melahirkan lingkungan yang baik.
Landasan Normatif bisnis dalam islam:
a.    Tauhid
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini maka pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas bisnis harus memperhatikan tiga hal: (1), tidak diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama. (2), Allah yang paling ditakuti dan dicintai QS. Al-Hujurat (49): 13. (3), tidak menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan merupakan amanah Allah QS. Al-An’am (6): 163.
b.   Keseimbangan (keadilan)
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut: (1), produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. (2), setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat. (3), tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.
c.    Kehendak Bebas
Manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan potensi bisnis yang ada.
d.   Pertanggung Jawaban
”Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau yang diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya.





BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat menyimpulkan bahwa:
1.   Implementasian Bisnis hijau bertumpu pada tindakan mengedapankan lingkungan dan tanggung jawab sosial, dan untuk mewujudkannya diperlukan keseriusan dan komitmen dari semua stakeholders.
2. Bisnis hijau islam (Islamic Green Business) merupakan sebuah pendekatan lingkungan dan sosial dalam menjalankan aktifitas bisnis agar terjadi keberlanjutan bagi generasi mendatang akan tersedianya sumber-sumber daya alam berdasarkan kaidah-kaidah keislaman. Kesadaran berbisnis secara islami merupakan kesadaran tentang diri sendiri dalam melihat hal yang baik dan yang buruk dalam membangun maupun mengelola suatus bisnis.
3.2 Saran
Saran kami bagi para pembaca jika ingin ataupun memiliki usaha bisnis sebaiknya melaksanakan “green business” secara seutuhnya berdasarkan kaidah agama kita agar tercipta bisnis yang berkeadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam.  

DAFTAR PUSTAKA
Khotimah T dan Darsin. Model E-Business Untuk Klaster Industri Kerajinan Gerabah.
M. Hatta. 2011. Mewujudkan Green and Clean di Banua dengan Metode Islam. http://www.jurnal-ekonomi.org/mewujudkan-green-and-clean-di-banua-dengan-metode-islam/
Mutamimah. 2011. Bedah Subtansi Green Business. Harian Suara Merdeka; Fakultas Ekonomi UNISSULA 2012.
Octavia D.  2012. Analisa Lingkungan Makro, Perilaku Konsumen serta Peluang dan Strategi Bisnis Hijau Di Indonesia.
Putri, Rinella. (2010). Strategi Green Innovation, Mendukung Sustainability. http://vibizmanagement.com/column/index/category/strategic_management/2004/10
Sari MP dan Raharja S. 2012. Implementasi Konservasi Moral Melalui pendidikan akuntansi berkarakter Untuk Mengoptimalkan Peran Etika Bisnis dan ProfesiDalam Upaya Mewujudkan Greening Business Management
Ziaulhaq M. 2012. Islamic Green Living “Gaya Hidup Islam untuk Mengatasi Pemanasan Global”. http://www.bukabuku.com/browse/bookdetail/102827/islamic-green-living.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar