Selasa, 12 Februari 2013

makalah franchise oleh

ramli



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Globalisasi ekonomi dunia sebagai suatu fenomena pada dekade terakhir ini tidak bisa dihindari. Kehadiran Indonesia pada peta ekonomi dunia tidak bisa dipungkiri lagi menuntut kemampuan untuk berkembang sebagai suatu kekuatan baru ekonomi dari dunia ketiga. Perkembangan ekonomi yang begitu cepat menuntut kesiapan dan kemampuan pranata hukum dalam mengikuti perkembangan ekonomi sebagai akibat dari globalisasi ekonomi dunia tersebut.
Salah satu fenomena nyata dari pertumbuhan ekonomi akibat dari globalisasi ekonomi ini adalah meningkatnya kebutuhan perusahaan-perusahaan terhadap modal dan kebutuhan menuntut struktur permodalan yang kompleks. Perkembangan lebih lanjut dari fenomena ekonomi ini adalah dalam bentuk penyertaan modal secara informal seperti dalam bidang licensing, franchise maupun technical assistance.
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar kata waralaba atau franchising, transaksi bisnis yang bertaraf franchising kini mulai marak karena selain biaya murah dan bahan sudah disediakan juga tidak terlalu memakan tempat yang begitu luas. Banyak model-model franchise yang kini muncul disekitar kita, seperti makanan cepat saji ayam goreng ala KFC, akan tetapi harganya di bawah KFC dan sebagainya.
Pada saat ini dapat dikatakan bahwa franchise merupakan salah satu segi pemasaran dari banyak kemungkinan cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat. Franchising adalah sebuah bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari banyak pengusaha yang bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah satu keuntungan bisnis franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan terkenal. Ia cukup menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik waralaba(franchisor), sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang umumnya adalah pengusaha kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan dari perusahaan berskala besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan pengembangan, pemasaran dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh karena sistem yang disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan tidak harus memulai usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha pemilik modal menjadi sangat kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang ditawarkan dengan model bisnis franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal yang memang pada awalnya sudah menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi tertarik untuk menginvestasikan dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa memperhatikan lagi sisi-sisi kelemahan dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun resiko kegagalan dari pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format usaha seperti ini bebas dari resiko. Salah memilih fanchise bisa berbahaya, karena franchising yang tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha, merusak citra merk franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan menerapkannya dalam usaha yang sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi franchisor. Franchising pun dapan terancam apabila franchisor membuka usaha baru yang sejenis dengan usaha yang telah ia serahkan kepada franchisor sehingga menjadi kompetitor bagi franchisee.
Dari uraian latar belakang di atas kami menulis makalah bagaimana franchisee prespektif Islam, dimana selama ini kita melihat sudah banyak yang menulis mengenai franchising secara konvensional, olehnya itu kami mengangkat topik ini “FRANCHISE PERSPEKTIF ISLAM’’ sebagai judul makalah kami.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.      Apakah yang dimaksud dengan bisnis franchise itu ?
2.      Bagaimana system pengelolaan franchise ?
2.   Bagaimanakah penerapan bisnis franchise menurut prespektif Islam?
C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana bisnis franchising secara umum
2.      Untuk mengetahui bagaimana penerapan bisnis franchise yang sesuai dengan prespektif Islam

D.    Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.      Sebagai tambahan referensi bagi penulis
2.      Sebagai referensi bagi calon pebisnis untuk menentukan pemilihan frachise yang sesuai dalam prespektif Islam.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Franschise
Franchise atau Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, Generals Motors Industry ditahun 1898. Contoh lain di AS ialah sebuah sistem telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan dealer.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.
Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J.Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya .
Sistem bisnis franchise pada saat ini tidak hanya pada penjualan produk dalam bentuk barang tetapi sudah berkembang pada penjualan ide atau jasa. Yang penting dalam perkembangan franchise saat ini adalah bagaimana mengembangkan konsep atau ide franchisor agar dapat dikembangkan oleh franchisee dengan mutu, standar dan keseragaman tetap terjaga

B.     Definisi Franchise
Franchising atau waralaba (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchisee, di mana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee (Alon, 2006). Sedangkan menurut British Franchise Association franchise didefinisikan sebagai garansi lisensi kontraktual antara satu orang (franchisor) dengan pihak lain (franchisee).
Para pakar memeberikan beberapa pengertian tentang waralaba diantaranya:
a.       M. Jafar mengemukakan pengertian waralaba adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merek, saluran distribusi perusahaannya kepada mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan teknis bimbingan manajemen.
b.      Yoseph Mancuso Mengemukakan pengertian waralaba adalah Franchise merupakan suatu istilah yang menunjukan hubungan antara dua pihak atau lebih guna mendistribusikan barang atau jasa.
c.       Douglas J. Quen mengatakan bahwa franchise ialah suatu metode perluasan, pemasaran dan bisnis, yaitu perluasan dan distribusi produk serta pelayanan dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional.
d.      Dalam buku ensikopledi manajemen mengungkapkan pengertian waralaba adalah hak istimewa atau hak khusus yang diberikan oleh pemerintah untuk mengoperasikan pelayanan kendaraan untuk umum, misalnya motor dan jalan di kota tertentu. Dan istilah inipun kadang-kadang dipergunakan untuk menunjukan hak istimewa oleh organisasi swasta, misalnya pemberian wilayah eklusif pada agen penjualan oleh suatu perusahaan swasta.
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Pada saat ini dapat dikatakan bahwa franchising merupakan salah satu segi pemasaran dari banyak kemungkinan cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat. Franchising adalah sebuah bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari banyak pengusaha yang bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah satu keuntungan bisnis franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan terkenal. Ia cukup menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik waralaba(franchisor), sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang umumnya adalah pengusaha kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan dari perusahaan berskala besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan pengembangan, pemasaran dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh karena sistem yang disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan tidak harus memulai usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha pemilik modal menjadi sangat kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang ditawarkan dengan model bisnis franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal yang memang pada awalnya sudah menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi tertarik untuk menginvestasikan dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa memperhatikan lagi sisi-sisi kelemahan dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun resiko kegagalan dari pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format usaha seperti ini bebas dari resiko. Salah memilih fanchisee bisa berbahaya, karena franchisee yang tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha, merusak citra merk franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan menerapkannya dalam usaha yang sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi franchisor. Franchisee pun dapat terancam apabila franchisor membuka usaha baru yang sejenis dengan usaha yang telah ia serahkan kepada franchisee sehingga menjadi kompetitor bagi franchisee.
Berdasarkan masalah-masalah yang dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa bisnis franchise ini juga berpotensi menimbulkan konflik. Maka dari itu, diperlukan adanya suatu hukum yang mengatur dan melindungi hak-hak yang terlibat dalam bisnis franchise ini.

B.1. Keunggulan dan kelemahan Franchise
Franchise sebagai pranata sosial di bidang perdagangan tidaklah bebas dari kelemahan-kelemahan. Namun demikian sistem franchise ini sedikit banyaknya tetap mempunyai keunggulan. Jika dibandingkan dengan sistem perdagangan yang konvensional. Berikut ini akan di identifikasi keunggulan dan kelemahan yang dimungkinkan dalam bisnis ini. Hal ini penting oleh karena dengan mengetahui keunggulan dan kelemahannya maka kita dapat menentukan langkah-langkah, khususnya langkah antisipasi jika hendak terjun ke dalam sistem bisnis franchise ini.
a.      Keunggulan Franchise
Keunggulan sistem bisnis franchise ini dapat dikemukakan dengan mengidentifikasikan keuntungan-keuntungan apa yang dapat diperoleh oleh franchisee dan franchisor jika mereka menjadi pihak dalam sistem bisnis franchise ini. Adapun keuntungan-keuntungan yang dimungkinkan dari sistem bisnis franchise ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemilik franchise (Franchisor)
Ø  Sistem usaha dapat berkembang cepat dengan menggunakan modal dan motivasi dari pemegang franchisee (Franchisor).
Ø  Suatu wilayah pasar atau suatu pasar yang baru mudah dikembangkan karena nama dan citra pemilik franchise (Franchisor) dapat meluas dengan cepat melalui unit-unit usaha franchise.
Ø  Modal untuk memperluas usaha lebih kecil karena sebagian besar biaya untuk mendirikan unit usaha baru dipikul oleh pemegang franchise.
Ø  Unit usaha yang dikelola oleh pemiliknya sendiri jelas akan memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan.
Ø  Franchisor tidak banyak membutuhkan karyawan, kantor pusat jauh lebih ramping daripada kantor pusat suatu perusahaan yang memiliki jaringan cabang-cabang milik sendiri.
Ø  Daya beli kelompok usaha secara keseluruhan meningkat , setiap kali dibuka satu unit usaha franchise yang baru.
Ø  Kehadiran kelompok usaha dalam pasar terasa, setiap kali dibuka unit usaha franchise yang baru, selain itu banyak dana dapat dihemat karena promosi dan periklanan dapat dilakukan sebagai satu kelompok.
Ø  Hasil belum terlihat satu dua tahun pertama karena pengeluaran masih besar, tetapi dalam tahun ketiga atau keempat dan selanjutnya pemgembalian investasi akan cukup tinggi.

2. Bagi pemegang Franchise (Franchisee)
Ø  kemungkinan berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru.
Ø  Franchisee sebagai pemilik unit usaha bersangkutan bebas berkarya dalam lingkungan yang telah rapi dan stabil.
Ø  Franchisee memiliki kemudahan dalam membeli sediaan sebagai anggota dari kelompok yang besar.
Ø  Franchisee dapat memanfaatkan produk baru yang dikembangkan oleh bagian penelitian dari pihak franchisor.
Ø  Franchisee dapat memanfaatkan pelayanan berupa petunjuk di bidang keuangan dan manajemen dari pihak franchisor serta bantuan dalam pengambilan keputusan.
Ø  franchisee turut menikmati reputasi, kekuatan dan keharuman nama dagang/merek dari franchisor.
Ø  Franchisee dapat memanfaatkan paket-paket keuangan yang mungkin disediakan oleh franchisor dalam sistem perbankan .
Ø  Franchisee menikmati pelatihan-pelatihan yang diperlukan dari pihak franchisor.
Ø  Franchisee dapat bekerja dengan menggunakan sistem yang sudah mantap, prosedur dan pedoman operasi yang sudah standar, sehingga dengan demikian tidak perlu bersusah payah menciptakan suatu strategi pemasaran baru atau sistem manajemen baru yang sama sekali belum teruji kehandalannya dalam praktek perdagangan barang atau jasa.

b.   Kelemahan sistem franchise
Sistem bisnis franchise sebagai pranata ekonomi tidak bebas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan sistem ini dapat dikemukakan dengan mengindentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat timbul sebagai sesuatu yang tidak diharapkan oleh pihak franchisor dan pihak franchisee ketika menggunakan sistem ini.

Kelemahan-kelemahan sistem franchise ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Bagi Pemilik Franchise (Franchisor)
Ø  Franchisor tidak dapat mendikte franchisee, dimana jika ia ingin mengadakan perubahan, ia harus berusaha memotivasi franchisee agar mau menerima perubahan bersangkutan.
Ø  Harapan franchisee sering terlalu tinggi mengharapkan cepat mendapat untung yang besar sehingga franchisor harus berusaha keras untuk menurunkan harapan yang tinggi tersebut.
Ø  Franchisor tidak dapat mengadakan perubahan dengan cepat terutama jika melibatkan tambahan biaya. Perubahan biasanya baru dilakukan melalui musyawarah dengan pihak franchisee.
Ø  Jika pemegang franchise (franchisee) yang dipilih tidak tepat maka akan dapat menghancurkan reputasi dari franchisor.
Ø  Sistem franchise adalah suatu ikatan jangka panjang sehingga franchisor tidak dapat begitu saja mengakhiri kegiatan franchise secara sepihak tanpa alasan yang sah.

2. Bagi Pemegang Franchise (Franchisee)
Ø  Adanya keterikatan pada franchisor, dimana jenis produk yang dapat ditawarkan oleh pihak franchisee biasanya terbatas dan sangat bergantung pada prestasi franchisor.
Ø  Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi pemegang franchise (Franchisee) tidak sedikit karena harus membayar uang pangkal dan royalti, sehingga dapat mengakibatkan hutang dari pihak franchisee kepada pihak franchisor.
Ø  Franchisee adalah bagian dari lingkungan tertentu sehingga ia tidak bebas lagi dalam menjalankan usaha, ia harus memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh franchisor.
Ø  Franchisee kadang-kadang diwajibkan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu, misalnya tingkat penjualan tertentu yang biasanya cukup tinggi.

C.     Jenis – Jenis Franchise
Menurut International Franchise Association (IFA) ada 4 jenis franchisee yaitu :
1.      Product Franchise
Produsen memberikan hak kepada pemilik toko untuk mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar sejumlah biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini.
2.      Manufacturing Franchises
Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.
3.      Business Oportunity Ventures
Bentuk ini mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya. Contohnya, pengusahaan mesin-mesin penjualan otomatis atau distributorship.
4.      Business Format Franchising
Ini merupakan bentuk franchising yang paling populer di dalam praktek, di mana perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti kesuksesannya untuk dioperasikan oleh pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan merek dagang perusahaan.

D.    Franchise dalam Pandangan Hukum Positif
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP No 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1)      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
2)      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3)      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4)      Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
5)      Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
Menurut pasal 1 PP No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (franchisee) adalah : “perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”.
Waralaba dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu waralaba merek dan produk dagang (product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (business format franchise). Dalam Waralaba merek dagang dan produk, pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas pemberian izin pengunaan merek dagang tersebut pemberi waralaba mendapatkan suatu bentuk bayaran royalty di muka, dan selajutnya dia juga mendapat keuntungan dari penjualan produknya. Misalnya: SPBU menggunakan nama/merek dagang PERTAMINA.
Sedangkan waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih menjadi terampil dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Waralaba format bisnis ini terdiri dari :
1)      Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba.
2)      Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba.
3)      Proses bantuan dan bimbingan terus-menerus dari pihak pemberi waralaba.
Dalam bisnis franchise ini, yang dapat diminta dari franchisor oleh franchisee adalah sebagai berikut :
1)      Brand name yang meliputi logo, peralatan dan lain-lain.
2)      Sistem dan manual operasional bisnis.
3)      Dukungan dalam beroperasi. Karena franchisor lebih mempunyai pengalaman luas.
4)      Pengawasan (monitoring). Untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan dijalankan dengan baik dan benar secara konsisten.
5)      Penggabungan promosi/joint promotion, hal ini berkaitan dengan brand name.
6)      Pemasokan, ini berlaku bagi franchisee tertentu, misalnya bagi franchisor yang merupakan supplier bahan makanan/minuman. Kadang franchisor juga memasok mesin-mesin atau peralatan yang diperlukan.
Franchisor yang baik biasanya ikut membantu franchisee untuk mendapatkan sumber dana modal dari investor (fund supply) seperti bank misalnya, meskipun itu jarang sekali. Perjanjan waralaba adalah perjanjian formal. Hal tersebut dikarenakan perjanjian waralaba memang disyaratkan pada pasal 2 PP No. 16 Tahun 1997 untuk dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai perlindungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba.
Secara umum dikenal adanya dua macam atau jenis kompensasi yang dapat diminta oleh pemberi waralaba (franchisor) dari penerima waralaba (franchisee) :
Pertama, kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compensation) adalah lump sum payment dan royalty. Lump sum payment adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu yang wajib dibayarkan oleh penerima waralaba (franchisee) pada saat persetujuan pemberian waralaba disepakati. Sedangkan royalty adalah jumlah pembayaran yang dikaitkan dengan suatu presentasi tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan barang dan/atau jasa yang diproduksi atau dijual berdasarkan perjanjian, baik disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum jumlah royalty tertentu atau tidak.
Kedua, kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect and nonmenetary compensation). Meliputi antara lain keuntungan sebagai akibat dari penjualan barang modal atau bahan mentah, yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba, pembayaran dalam bentuk deviden ataupun bunga pinjaman dalam hal pemberi waralaba juga turut memberikan bantuan financial, baik dalam bentuk ekuitas atau dalam wujud pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang, cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh pemberi waralaba, perolehan data pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima lisensi dan lain sebagainya.
Menurut pasal 3 ayat 1 PP nNo. 16 Tahun 1997, bahwa pemberi waralaba sebelum mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba wajib menyampaikan keterangan-keterangan antara lain mengenai, nama pihak pemberi waralaba, hak atas kekayaan intelektual, persyaratan-persyaratan, bantuan dan fasilitas, hak dan kewajiban, pengakhiran, pembatalan dan perpanjangan perjanjian.

E.     Franchise dalam Pandangan Islam

1.      Pengertian Syirkah
Kerja  sama dalam hal jual beli dalam Islam  dinamakan syirkah bukan franchisee. Ulama Hanafiyah mendefinisikan Syirkah sebagai suatu persetujuan antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam hal modal dan keuntungan. Ulama Malikiyah mengatakan syirkah adalah suatu perizinan antara dua orang yang bekerja sama untuk bertindak secara hukum terhadap harta mereka. Ulama Syafi’iyyah dan Hanabiyah memberikan pengertian bahwa syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih di dalam suatu transaksi. Ahli hukum Ali al- Khafit memberikan defnisi lebih luas yaitu kontrak dua orang atau lebih untuk kerja sama dalam modal dan laba, atau untuk keikutsertaan di dalam modal orang lain dan labanya, atau untuk keikutsertaan di dalam laba dan tanpa keikutsertaan di dalam modal.(Umar F Maughul, : 475) Syirkah atau musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.(Dimyauddin Djuwaini, 2008 : 2007).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, subtansi akad syirkah adalah ikatan (kontrak) kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam usaha bisnis atau perdagangan. Keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
 Akad asy-syirkah dibolehkan, menurut para ulama fiqh, berdasarkan kepada firman Allah dalam surat Shad (38) ayat 24 ) yang berbunyi :
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, dan amat sedikit mereka ini
Kata “berserikat” (al-khulatha) dalam ayat tersebut bisa diartikan saling bersekutu atau partnership yaitu kerjasama dua pihak atau lebih untuk melakukan sebuah usaha perniagaan. (Wahbah Az-Zuhaili, 2007 : Juz V : 3876). Dalam sebuah hadis Qudsi Rasulullah saw bersabda:
Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan dari dua orang itu (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah ) (Abu Dawud, 1996, Juz II : 462)
Hadits ini secara jelas membenarkan adanya praktek akad syirkah dan menunjukkan urgensi sifat amanah dan tidak membenarkan adanya khianat dalam kontrak syirkah (Wahbah az-Zuhaili, 2002 : 100)

2. Macam-Macam Syirkah
Syirkah terbagi menjadi dua yaitu syirkah amlak (milik) dan syirkah uqud (akad) :
a. Syirkah Amlak
Syirkah al-Amlak, adalah dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda. Syirkah ini terbagi menjadi: (a) syirkah milik Jabriyah yaitu syirkah yang terjadi tanpa ada keinginan para pihak yang bersangkutan. Misalnya Harta warisan itu menjadi milik bersama orang-orang yang menerima warisan itu. (b) syirkah milik Ikhtiyariyah, yaitu syirkah yang terjadi atas keinginan para pihak yang bersangkutan. Seperti dua orang bersepakat membeli suatu barang dan barang tersebut menjadi milik mereka secara berserikat(Sayuti Thalib, 1986 : 79-83).
b. Syiirkah Uqud
Syirkah al-Uqud adalah persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul dengan cara kesepakatan atau akad (perjanjian).di mana dua orang atau lebih bersepakat atau setuju bahwa tiap orang dari mereka ikut memberikan modal dan merekapun bersepakat berbagai keuntungan dan kerugian.(Muh. Syafi’i Antonio, 2002 : 91-92)
Syirkah al-Uqud ini secara garis besar terbagi menjadi syirkah amwal (keuangan), syirkah a’mal (operasional) Syirkah wujuh (Good will), dan syirkah Mudharabah (Adiwarman A. Karim, 2001 : 81) Syirkah amwal (keuangan) terbagi menjadi syirkah al-“inan dan al-mufawadhah. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab “ al-Fiqh al-Islami wa Adullatuhu “ membagi syirkah akad menjadi syirkah al-‘inan, al-mufawwadhah, al-A’mal, dan Syirkah al-Wujuh.(Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz VI : 3878).
Dalam kitab “Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid” dijelaskan syirkah menurut fukoha-fukoha Amshar secara garis besar dibagi menjadi empat macam, yaitu syirkah ‘inan, Syirkah ‘abdan, syirkah mufawadhah dan syirkah wujuh.(Ibnu Rusyd, 1989 : 407).
Jenis-jenis syirkah yang termasuk ke dalam kategori syirkah al-‘uqud, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Syirkah al-‘inan, yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha bisnis dan mereka berbagi keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati bersama.(Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 92). Dalam syirkah al-‘Inan disyaratkan porsi masing-masing pihak baik dalam kontribusi modal, kerja, ataupun bagi hasil tidak harus sama, tetapi sesuai dengan kesepakatan (Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz V : 3881), sedangkan kerugian yang diderita menjadi tanggung jawab bersama sesuai dengan persentase atau saham masing-masing.(Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 :92). Madzhab hanafi dan Hambali mengizinkan pembagian keuntungan dalam syirkah al-“Inan dengan memilih salah satu alternatif berikut : (a) keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kontribusi modal yang diberikan oleh masing-masing pihak, (b) keuntungan bisa dibagi secara sama, walaaupun kontribusi modal masing-masing pihak mungkin berbeda, (c) keuntungan bisa dibagi tidak sama tapi kontribusi dana yang diberikan sama. Madzhab maliki dan Syafi’I menerima jenis akad syirkah ini dengan syarat, keuntungan dan kerugian dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi dana yang ditanamkan.(Dimyauddin Djuwaini, 2008 : 212). Di Indonesia, penerapan syirkah al-‘inan dapat dilihat dalam penyertaan modal di Perseroan Terbatas (PT).(Adi Warman A. Karim, 2001 : 81 ).
2)      Syirkah al-mufawadhah, yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih pada suatu usaha bisnis, dan setiap pihak berbagi keuntungan dan kerugian secara sama dengan syarat masing-masing pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya, serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga masing-masing pihak dapat bertindak hukum atas nama orang-orang yang berserikat itu.. Unsur penting atau syarat utama dari jenis syirkah mufawadhah ini adalah, baik dalam masalah modal, kerja, tanggung jawab, keuntungan dan kerugian, masing-masing pihak yang mengikatkan diri dalam syirkah ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama(Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 92)
3)      Syirkah al-wujuh, yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali, tetapi memiliki reputasi dan prestasi serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang dengan kredit dan menjualnya dengan harga tunai; sedangkan keuntungan dibagi bersama.( Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 93). Dalam syirkah seperti ini, pihak yang berserikat membeli barang secara kredit, hanya atas dasar suatu kepercayaan, kemudian barang yang mereka kredit itu mereka jual dengan harga tunai, sehingga mereka meraih keuntungan(Nasrun Haroen, 2002 : 171).
4)      Syirkah al-A’mal (al-Abdan), kontrak kerja sama antara dua orang seprofesi untuk menerima suatu pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.( Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 92). Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima proyek pembuatan seragam sekolah. Hasil atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan mereka berdua.
Hukum kebolehan syirkah dari empat macam syirkah diatas, yang telah disepakati oleh fukoha (ahli fiqh) adalah syirkah ‘inan. Tiga macam syirkah lainnya masih diperselisihkan. Imam Maliki dan Hanafi membolehkan syirkah mufawadhah, sedang Syafi’i tidak membolehkannya. Imam Hanafi dan ahli fiqh Malikiyah membolehkan syirkah ’abdan, tetapi Syafi’i melarangnya. Hanafi membolehkan syirkah wujuh, Maliki dan Syafi’i tidak membolehkannya(Ibnu Rusyd, 1989 : 407 – 412).
Alasan perselisihan ahli fiqh diatas, terletak pada segi penekanan. Bagi ahli fiqh yang menekankan terjadinya syirkah terletak pada percampuran modal atau harta, maka syirkah ‘abdan dan wujuh tidak dibolehkan (pola pikir ini diikuti terutama oleh Syafi’i ). Bagi ahli fiqh yang menekankan terjadinya syirkah terletak pada usaha (tenaga) baik dengan modal harta maupun tanpa modal harta, maka keberadaan syirkah ‘abdan dan wujuh dibolehkan (pola pikir ini dianut terutama oleh Hanafi)(Ibnu Rusyd, 1989 : 407-412)

3. Rukun dan Syarat Asy-syirkah
Rukun Syrikah adalah sighot (ijab dan kabul), pihak yang bertransaksi, dan obyek transaksi (modal dan kerja). Ulama fiqh memberikan beberapa syarat, agar rukun-rukun tersebut dapat menimbulkan keabsahan syirkah. Syarat-Syarat yang dimaksud akan dijelaskan sebagai beiklut :
a. Syarat Umum Syirkah
1)      Sighat atau ijab dan kabul harus diungkap oleh kedua pihak atau lebih untuk mempertegas atau menunjukkan kemauan mereka, dan ada kejelasan tujuan dalam melakukan sebuah kontrak.
2)      Mitra syirkah harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan., karena dalam syirkah, setiap partner mendapat izin dari pihak lain untuk menjalankan transaksi bisnis, masing-masing partner merupakan wakil dari pihak lain.
3)      Keuntungan dikuantifikasikan, artinya masing-masing partner (mitra syirkah) mendapatkan bagian yang jelas dari hasil keuntungan bisnis, bisa berbentuk nisbah atau persentase, misalnya 20 persen untuk masing-masing partner.
4)      Penentuan pembagian keuntungan tidak boleh dalam jumlah nominal yang pasti (misal lima ratus ribu setiap partner), karena hal ini bertentangan dengan subtansi syirkah (berbagi hasil dan resiko)(Wahbah az-Zuhaili, 1997 : Juz V : 3889-3890). Subtansi syirkah dalam hal berbagai hasil dan resiko harus ditanggung bersama sesuai dengan kuantitas dan kualitas saham (modal) yang ditanamkan dan beban kerja masing pihak (mitra Bisnis).(Fikriyah Abdullah dkk, 2007, Vol 33, No.2 : 143).

c.       Syarat Khusus Syirkah Amwal (Modal/Harta)
1). Modal harus ada ketika melakukan kontrak atau akan menjalankan bisnis. Modal tidak harus digabung jadi satu, karena syirkah merupakan kontrak untuk menjalankan usaha, didalamnya terdapat unsur wakalah, wakalah dapat dilakukan atas dua harta sebelum dilakukan percampuran (Wahbah az-Zuhaili, 1997 : Juz V : 3889-3890).
2). Modal harus berupa uang, tetapi menurut Maliki modal tidak harus berupa uang, boleh berupa barang non moneter asalkan dapat ditentukan kadar nilai atau harga pasarnya (Umar F. Moughul, 2007 : 477).
d. Syarat khusus untuk syirkah al-Mufawadhah
Madzhab Hanafiyah yang membolehkan bentuk syirkah ini, mengemukakan beberapa syarat untuk keabsahan syirkah al-mufawadhah, yaitu:
1). Kedua belah pihak cakap dijadikan wakil.
2). Modal yang diberikan masing-masing pihak harus sama, kerja yang dikerjakan juga sama, dan keuntungan yang diterima semua pihak kuantitasnya juga harus sama. (c) semua pihak berhak untuk bertindak hukum dalam seluruh objek perserikatan itu. Artinya, tidak boleh satu pihak hanya menangani hal-hal tertentu dan pihak lain menangani hal lain. (d) lafal yang dipergunakan dalam akad adalah lafal al-mufawadhah. Menurut mereka, apabila salah satu syarat diantara syarat-syarat menjadi syirkah al-‘inan.(Nasrun Haroen, 2002 : 174)
d. Syarat Khusus Syirkah A’mal
Syarat khusus untuk syirkah A’mal dibedakan antara yang berbentuk al-mufawadhah dengan yang berbentuk al-‘inan. Untuk yang berbentuk mufawadhah syaratnya sama dengan syirkah al-mufawadhah, sedangkan yang berbentuk al-‘inan syaratnya hanya satu, yaitu pihak-pihak yang berakad adalah orang-orang yang cakap bertindak sebagai wakil, karena mitra syirkah al-“inan harus orang yang memiliki kompeten dan ahliyah untuk menjalankanusaha (Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz V : 3899).
e. Syarat khusus Syirkah Wujuh
Syarat khusus untuk syirkah al-wujuh, jika syirkah ini berbentuk al-mufawadhah, maka syaratnya sama dengan syirkah al-mufawadhah, yaitu piha-pihak yang berserikat itu adalah orang yang cakap menjadi wakil, modal yang diberikan semua pihak sama jumlahnya, pembagian kerjanya sama, dan keuntungan dibagi bersama. Jika syirkah al-wujuh ini berbentuk al-‘inan, maka boleh saja modal salah satu pihak lebih besar dari pihak lain, dan keuntungan dibagi menurut persentase modal masing-masing, karena kadar kewajiban dan hak berdasarkan kontribusi yang diberikan (Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz V : 3899).
Syirkah mudhârabah ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu mudharabah muthlaqah dalam hal ini pemodal memberikan hartanya kepada pelaksana untuk dimudharabahkan dengan tidak menentukan jenis kerja, tempat dan waktu serta orang. Sedangkan mudharabah muqayyadah (terikat suatu syarat), adalah pemilik modal menentukan salah satu dari jenis di atas.
Bila diperhatikan dari sudut bentuk perjanjian yang diadakan waralaba (franchising) dapat dikemukakan bahwa perjanjian itu sebenarnya merupakan pengembangan dari bentuk kerjasama (syirkah). Hal ini disebabkan karena dengan adanya perjanjian franchising, maka secara otomatis antara franchisor dan franchisee terbentuk hubungan kerja sama untuk waktu tertentu (sesuai dengan perjanjian). Kerja sama tersebut dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan bagi kedua belah pihak.
Dalam waralaba diterapkan prinsip keterbukaan dan kehati-hatian, hal ini sesuai dengan prinsip transaksi dalam Islam yaitu gharar (ketidakjelasan). Akan tetapi yang perlu di garis bawahi adalah dalam bisnis franchise yang diterapkan secara umum hanya menerapkan pembagian keuntungan saja tidak menanggung kerugian bersama, itu sangat bertentangan dengan hukum syirkah dimana keuntungan dan kerugian di tanggung bersama.


4.      Analisa Perbandingan
Suatu waralaba adalah bentuk perjanjian kerja sama (syirkah) yang sisinya memberikan hak dan wewenang khusus kepada pihak penerima. Waralaba merupakan suatu perjanjian timbal balik, karena pemberi waralaba (franchisor) maupun penerima waralaba (franchisee) keduanya berkewajiabn untuk memenuhi prestasi tertentu. Setelah pemaparan yang panjang lebar mengenai franchising di atas, terdapat persamaan dan perbedaan franchising menurut hukum Islam dan hukum positif.
Persamaannya adalah Pertama, franchising adalah kerjasama (syirkah) yang saling menguntungkan, berarti franchising memang dapat dikatakan kategori dari syirkah dalam hukum Islam. Kedua, terdapat prestasi bagi penerima waralaba, hal ini sama dengan syirkah mudharabah muqayyadah. Ketiga, terdapat barang, jasa dan tenaga memenuhi salah satu syarat syirkah. Keempat, terdapat 2 orang atau lebih yang bertransaksi, sepakat, hal tertentu, ditulis (dicatat) dan oleh sebab tertentu sesuai dengan syarat akad, khususnya syirkah mudharabah.
Diatas telah dijelaskan bahwa franchising lebih hampir serupa dengan syirkah jenis mudharabah. Adapun perbedaannya terletak pada, Pertama, dalah syirkah mudharabah, modal harus berupa uang, tidak boleh barang. Sedangkan dalam franchising modal dapat dibantu oleh franchisor baik uang, barang atau tenaga professional. Kedua, dalam franchising terdapat kerja sama dalam bidang hak kekayaan intelektual (HAKI), yaitu merek dagang. Dan dalam hukum Islam hal tersebut termasuk syirkah amlak (hak milik).
Ketiga, tidak bolehnya kerja sama dalam hal berjualan barang haram, sedangkan dalam hukum positif tidak terdapat pembatasan terhadap hal tersebut, misal transaksi jual-beli barang najis dan memabukkan, seperti babi dan miras.








BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dia atas maka dapat disimpulkan bahwa Waralaba adalah suatu sistem bisnis baru yang dikenalkan oleh amerika dan menjadi bisnis yang  diterima oleh pemerinatahan Indonesia dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tentang waralaba tersebut. Waralaba adalah kerjasama antara franchisor dengan franchise untuk memperluas pemasaran suatu produk yang sudah dikembangkan oleh franchisor terlebih dahulu.
Bisnis franchise dalam pandangan Islam dikenal dengan nama syirkah dimana kerja sama jual beli dilakukan dengan keuntungan dan kerugian di tanggung bersama sesuai hukum syirkah. Dalam waralaba terdapat tiga bentuk transaksi yaitu transaksi penyewaan lisensi, transaksi penyewaan manajeman, transaksi pembayaran royalty. Ketiga transaksi ini dibolehkan dalam Islam karena sama dengan sistem ijarah.
Waralaba (franchising) dapat dikategorikan ke dalam perkembangan syirkah mudharabah jenis muqayadah dimana pihak penerima waralaba (franchisee) terikat oleh peraturan-peraturan yang diberikan oleh pemberi waralaba atau dalam syirkah mudharabah disebut dengan pemberi modal. Perkembangannya adalah masuknya hak milik atau HAKI ke dalam transaksi, mungkin hal ini dapat dimasukkan syirkah ikhtiyariyah secara garis besar.
B.     Saran
Penerapan franchise secara umum dimana kerugian di tanggung masing-masing pemegang franchisee dan modal yang di keluarkan dianggap hangus, meskipun franchising ini diperbolehkan dengan alasan perkembangan syirkah, maka disarankan apabila kita menjalankan bisnis waralaba seharusnya mengikuti prinsip dasar transaksi dalam hukum Islam dan barang yang dibuat untuk transaksi tidak bertentangan dengan syara’ atau obyek yang diharamkan dalam Islam. Wallahu A’lam

Daftar Pustaka




2 komentar:

  1. pembahasa yang sangat pnjang lebar tentang franchise.benar sekali saat ini perkembangan bisnis warala di indonesia sangat pesat sekali. bahkan sampai makan ringanpun di jadikan bisnis franchise waralaba murah di indonseisa. terima kasih untuk info bisnis waralabanya. salam kenal.

    BalasHapus

  2. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus