makalah franchise oleh
ramli
2. Macam-Macam Syirkah
ramli
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi
ekonomi dunia sebagai suatu fenomena pada dekade terakhir ini tidak bisa
dihindari. Kehadiran Indonesia pada peta ekonomi dunia tidak bisa dipungkiri
lagi menuntut kemampuan untuk berkembang sebagai suatu kekuatan baru ekonomi
dari dunia ketiga. Perkembangan ekonomi yang begitu cepat menuntut kesiapan dan
kemampuan pranata hukum dalam mengikuti perkembangan ekonomi sebagai akibat
dari globalisasi ekonomi dunia tersebut.
Salah
satu fenomena nyata dari pertumbuhan ekonomi akibat dari globalisasi ekonomi
ini adalah meningkatnya kebutuhan perusahaan-perusahaan terhadap modal dan
kebutuhan menuntut struktur permodalan yang kompleks. Perkembangan lebih lanjut
dari fenomena ekonomi ini adalah dalam bentuk penyertaan modal secara informal
seperti dalam bidang licensing, franchise maupun technical assistance.
Akhir-akhir
ini, kita sering mendengar kata waralaba atau franchising, transaksi bisnis
yang bertaraf franchising kini mulai marak karena selain biaya murah dan bahan sudah
disediakan juga tidak terlalu memakan tempat yang begitu luas. Banyak
model-model franchise yang kini muncul disekitar kita, seperti makanan cepat
saji ayam goreng ala KFC, akan tetapi harganya di bawah KFC dan sebagainya.
Pada
saat ini dapat dikatakan bahwa franchise merupakan salah satu segi pemasaran
dari banyak kemungkinan cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat.
Franchising adalah sebuah bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari
banyak pengusaha yang bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah
satu keuntungan bisnis franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu
lagi bersusah payah mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan
terkenal. Ia cukup menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik
waralaba(franchisor), sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang
umumnya adalah pengusaha kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan
dari perusahaan berskala besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan
pengembangan, pemasaran dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat
besar yang tidak mungkin dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh
karena sistem yang disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan
tidak harus memulai usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha
pemilik modal menjadi sangat kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang
ditawarkan dengan model bisnis franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal
yang memang pada awalnya sudah menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi
tertarik untuk menginvestasikan dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa
memperhatikan lagi sisi-sisi kelemahan dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun
resiko kegagalan dari pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format
usaha seperti ini bebas dari resiko. Salah memilih fanchise bisa berbahaya,
karena franchising yang tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha,
merusak citra merk franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan
menerapkannya dalam usaha yang sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi franchisor.
Franchising pun dapan terancam apabila franchisor membuka usaha baru yang
sejenis dengan usaha yang telah ia serahkan kepada franchisor sehingga menjadi
kompetitor bagi franchisee.
Dari uraian latar belakang di atas kami menulis makalah
bagaimana franchisee prespektif Islam, dimana selama ini kita melihat sudah banyak yang
menulis mengenai franchising secara konvensional, olehnya itu kami mengangkat topik ini “FRANCHISE PERSPEKTIF ISLAM’’ sebagai judul
makalah kami.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan bisnis
franchise itu ?
2. Bagaimana system pengelolaan
franchise ?
2.
Bagaimanakah penerapan bisnis franchise menurut prespektif Islam?
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
:
1.
Untuk mengetahui bagaimana
bisnis franchising secara umum
2.
Untuk mengetahui bagaimana
penerapan bisnis franchise yang sesuai dengan prespektif Islam
D.
Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah
:
1.
Sebagai tambahan referensi
bagi penulis
2.
Sebagai referensi bagi
calon pebisnis untuk menentukan pemilihan frachise yang sesuai dalam prespektif
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Franschise
Franchise
atau Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun
1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin
meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut
gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini
di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses,
John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti
Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS,
Generals Motors Industry ditahun 1898. Contoh lain di AS ialah sebuah sistem
telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api,
tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar
pabrikan mobil dengan dealer.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan
siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer
membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson
bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern.
Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama
yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai
pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini
mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian
dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering
pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.
Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di
negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis
diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang
ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J.Lyons
melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak
mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon
mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun
1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian
lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya
sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur,
namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya .
Sistem bisnis franchise pada saat ini tidak
hanya pada penjualan produk dalam bentuk barang tetapi sudah berkembang pada
penjualan ide atau jasa. Yang penting dalam perkembangan franchise saat ini adalah bagaimana
mengembangkan konsep atau ide franchisor
agar dapat dikembangkan oleh franchisee
dengan mutu, standar dan keseragaman tetap terjaga
B.
Definisi Franchise
Franchising atau waralaba (dari bahasa
Prancis untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual
suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah
Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu
pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan
dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam
rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan
Waralaba ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir,
dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan
bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
International Franchise Association
(IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor
dengan franchisee, di mana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara
kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee (Alon, 2006).
Sedangkan menurut British Franchise Association franchise didefinisikan sebagai
garansi lisensi kontraktual antara satu orang (franchisor) dengan pihak lain
(franchisee).
Para
pakar memeberikan beberapa pengertian tentang waralaba diantaranya:
a.
M. Jafar
mengemukakan pengertian waralaba adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merek,
saluran distribusi perusahaannya kepada mitra usaha sebagai penerima waralaba
yang disertai dengan bantuan teknis bimbingan manajemen.
b. Yoseph Mancuso Mengemukakan
pengertian waralaba adalah Franchise merupakan suatu istilah yang menunjukan
hubungan antara dua pihak atau lebih guna mendistribusikan barang atau jasa.
c.
Douglas J.
Quen mengatakan bahwa franchise ialah suatu metode perluasan, pemasaran dan
bisnis, yaitu perluasan dan distribusi produk serta pelayanan dengan membagi
bersama standar pemasaran dan operasional.
d. Dalam buku ensikopledi manajemen
mengungkapkan pengertian waralaba adalah hak istimewa atau hak khusus yang
diberikan oleh pemerintah untuk mengoperasikan pelayanan kendaraan untuk umum,
misalnya motor dan jalan di kota tertentu. Dan istilah inipun kadang-kadang
dipergunakan untuk menunjukan hak istimewa oleh organisasi swasta, misalnya
pemberian wilayah eklusif pada agen penjualan oleh suatu perusahaan swasta.
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan
yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan
hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
dimilikinya. Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau
perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi
waralaba.
Pada
saat ini dapat dikatakan bahwa franchising merupakan salah satu segi pemasaran
dari banyak kemungkinan cara memasarkan usaha yang sedang berkembang pesat.
Franchising adalah sebuah bentuk jaringan bisnis, jaringan yang terdiri dari
banyak pengusaha yang bekerja dengan sebuah sistem yang sama.
Salah
satu keuntungan bisnis franchising ini adalah penerima waralaba tidak perlu
lagi bersusah payah mengembangkan usahanya dengan membangun citra yang baik dan
terkenal. Ia cukup menumpang pada pamor yang sudah terkenal dari pemilik
waralaba(franchisor), sehingga demikian penerima waralaba(franchisee) yang
umumnya adalah pengusaha kecil akan menikmati kesukseskan dan keberuntungan
dari perusahaan berskala besar tanpa harus melaksanakan sendiri suatu riset dan
pengembangan, pemasaran dan promosi yang biasanya memerlukan biaya yang sangat
besar yang tidak mungkin dipikul oleh pengusaha kecil tersebut.
Oleh
karena sistem yang disediakan tersebut, seorang pemilik modal atau perusahaan
tidak harus memulai usahanya dari nol, sehingga resiko kegagalan dari usaha
pemilik modal menjadi sangat kecil. Dengan keuntungan dan keunggulan yang
ditawarkan dengan model bisnis franchise ini, banyak masyarakat pemilik modal
yang memang pada awalnya sudah menyiapkan dananya untuk membuka usaha menjadi
tertarik untuk menginvestasikan dananya kedalam format bisnis ini. Tanpa
memperhatikan lagi sisi-sisi kelemahan dan resiko atas bisnis ini.
Meskipun
resiko kegagalan dari pemilik modal sangat kecil, namun bukan berarti format
usaha seperti ini bebas dari resiko. Salah memilih fanchisee bisa berbahaya,
karena franchisee yang tidak tepat bisa menghambat dalam pengembangan usaha,
merusak citra merk franchisor, mencuri sistem bisnis francishor dan
menerapkannya dalam usaha yang sejenis sehingga menjadi kompetitor bagi
franchisor. Franchisee pun dapat terancam apabila franchisor membuka usaha baru
yang sejenis dengan usaha yang telah ia serahkan kepada franchisee sehingga
menjadi kompetitor bagi franchisee.
Berdasarkan
masalah-masalah yang dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa bisnis franchise ini
juga berpotensi menimbulkan konflik. Maka dari itu, diperlukan adanya suatu
hukum yang mengatur dan melindungi hak-hak yang terlibat dalam bisnis franchise
ini.
B.1. Keunggulan dan kelemahan Franchise
Franchise sebagai pranata
sosial di bidang perdagangan tidaklah bebas dari kelemahan-kelemahan. Namun
demikian sistem franchise ini sedikit banyaknya tetap mempunyai keunggulan.
Jika dibandingkan dengan sistem perdagangan yang konvensional. Berikut ini akan
di identifikasi keunggulan dan kelemahan yang dimungkinkan dalam bisnis ini.
Hal ini penting oleh karena dengan mengetahui keunggulan dan kelemahannya maka
kita dapat menentukan langkah-langkah, khususnya langkah antisipasi jika hendak
terjun ke dalam sistem bisnis franchise ini.
a.
Keunggulan Franchise
Keunggulan
sistem bisnis franchise ini dapat dikemukakan dengan mengidentifikasikan
keuntungan-keuntungan apa yang dapat diperoleh oleh franchisee dan franchisor
jika mereka menjadi pihak dalam sistem bisnis franchise ini. Adapun
keuntungan-keuntungan yang dimungkinkan dari sistem bisnis franchise ini adalah
sebagai berikut :
1.
Bagi pemilik franchise (Franchisor)
Ø Sistem
usaha dapat berkembang cepat dengan menggunakan modal dan motivasi dari
pemegang franchisee (Franchisor).
Ø Suatu
wilayah pasar atau suatu pasar yang baru mudah dikembangkan karena nama dan
citra pemilik franchise (Franchisor) dapat meluas dengan cepat melalui
unit-unit usaha franchise.
Ø Modal
untuk memperluas usaha lebih kecil karena sebagian besar biaya untuk mendirikan
unit usaha baru dipikul oleh pemegang franchise.
Ø Unit
usaha yang dikelola oleh pemiliknya sendiri jelas akan memiliki motivasi yang
kuat untuk memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan.
Ø Franchisor
tidak banyak membutuhkan karyawan, kantor pusat jauh lebih ramping daripada
kantor pusat suatu perusahaan yang memiliki jaringan cabang-cabang milik
sendiri.
Ø Daya
beli kelompok usaha secara keseluruhan meningkat , setiap kali dibuka satu unit
usaha franchise yang baru.
Ø Kehadiran
kelompok usaha dalam pasar terasa, setiap kali dibuka unit usaha franchise yang
baru, selain itu banyak dana dapat dihemat karena promosi dan periklanan dapat
dilakukan sebagai satu kelompok.
Ø Hasil
belum terlihat satu dua tahun pertama karena pengeluaran masih besar, tetapi
dalam tahun ketiga atau keempat dan selanjutnya pemgembalian investasi akan
cukup tinggi.
2.
Bagi pemegang Franchise (Franchisee)
Ø kemungkinan
berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri
serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru.
Ø Franchisee
sebagai pemilik unit usaha bersangkutan bebas berkarya dalam lingkungan yang
telah rapi dan stabil.
Ø Franchisee
memiliki kemudahan dalam membeli sediaan sebagai anggota dari kelompok yang
besar.
Ø Franchisee
dapat memanfaatkan produk baru yang dikembangkan oleh bagian penelitian dari
pihak franchisor.
Ø Franchisee
dapat memanfaatkan pelayanan berupa petunjuk di bidang keuangan dan manajemen
dari pihak franchisor serta bantuan dalam pengambilan keputusan.
Ø franchisee
turut menikmati reputasi, kekuatan dan keharuman nama dagang/merek dari
franchisor.
Ø Franchisee
dapat memanfaatkan paket-paket keuangan yang mungkin disediakan oleh franchisor
dalam sistem perbankan .
Ø Franchisee
menikmati pelatihan-pelatihan yang diperlukan dari pihak franchisor.
Ø Franchisee
dapat bekerja dengan menggunakan sistem yang sudah mantap, prosedur dan pedoman
operasi yang sudah standar, sehingga dengan demikian tidak perlu bersusah payah
menciptakan suatu strategi pemasaran baru atau sistem manajemen baru yang sama
sekali belum teruji kehandalannya dalam praktek perdagangan barang atau jasa.
b.
Kelemahan sistem
franchise
Sistem
bisnis franchise sebagai pranata ekonomi tidak bebas dari kelemahan-kelemahan.
Kelemahan sistem ini dapat dikemukakan dengan mengindentifikasi
kemungkinan-kemungkinan yang dapat timbul sebagai sesuatu yang tidak diharapkan
oleh pihak franchisor dan pihak franchisee ketika menggunakan sistem ini.
Kelemahan-kelemahan
sistem franchise ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Bagi Pemilik Franchise (Franchisor)
Ø Franchisor
tidak dapat mendikte franchisee, dimana jika ia ingin mengadakan perubahan, ia
harus berusaha memotivasi franchisee agar mau menerima perubahan bersangkutan.
Ø Harapan
franchisee sering terlalu tinggi mengharapkan cepat mendapat untung yang besar
sehingga franchisor harus berusaha keras untuk menurunkan harapan yang tinggi
tersebut.
Ø Franchisor
tidak dapat mengadakan perubahan dengan cepat terutama jika melibatkan tambahan
biaya. Perubahan biasanya baru dilakukan melalui musyawarah dengan pihak
franchisee.
Ø Jika
pemegang franchise (franchisee) yang dipilih tidak tepat maka akan dapat
menghancurkan reputasi dari franchisor.
Ø Sistem
franchise adalah suatu ikatan jangka panjang sehingga franchisor tidak dapat
begitu saja mengakhiri kegiatan franchise secara sepihak tanpa alasan yang sah.
2.
Bagi Pemegang Franchise (Franchisee)
Ø Adanya
keterikatan pada franchisor, dimana jenis produk yang dapat ditawarkan oleh
pihak franchisee biasanya terbatas dan sangat bergantung pada prestasi
franchisor.
Ø Biaya
yang harus dikeluarkan untuk menjadi pemegang franchise (Franchisee) tidak
sedikit karena harus membayar uang pangkal dan royalti, sehingga dapat
mengakibatkan hutang dari pihak franchisee kepada pihak franchisor.
Ø Franchisee
adalah bagian dari lingkungan tertentu sehingga ia tidak bebas lagi dalam
menjalankan usaha, ia harus memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan
oleh franchisor.
Ø Franchisee
kadang-kadang diwajibkan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu, misalnya
tingkat penjualan tertentu yang biasanya cukup tinggi.
C. Jenis –
Jenis Franchise
Menurut International Franchise Association (IFA) ada 4 jenis
franchisee yaitu :
1. Product Franchise
Produsen memberikan hak kepada pemilik
toko untuk mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik
toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus
membayar sejumlah biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik
dari hak-hak ini.
2. Manufacturing Franchises
Jenis franchise ini memberikan hak pada
suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat,
dengan menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini
seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.
3. Business Oportunity Ventures
Bentuk ini mengharuskan pemilik bisnis
untuk membeli dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan
tertentu. Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik
bisnis, dan sebagai timbal baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu
biaya atau prestasi sebagai kompensasinya. Contohnya, pengusahaan mesin-mesin
penjualan otomatis atau distributorship.
4. Business Format Franchising
Ini merupakan bentuk franchising yang
paling populer di dalam praktek, di mana perusahaan menyediakan suatu metode
yang telah terbukti kesuksesannya untuk dioperasikan oleh pemilik bisnis dengan
menggunakan nama dan merek dagang perusahaan.
D.
Franchise
dalam Pandangan Hukum Positif
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun
1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian
lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya
sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur,
namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya . Agar waralaba dapat
berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu
teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun
franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki
kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan
Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada
tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI
No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini
telah dicabut dan diganti dengan PP No 42 tahun 2007 tentang Waralaba.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam
format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1) Undang-undang No. 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang.
2) Undang-undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten.
3) Undang-undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek.
4) Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan
Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
5) Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
Menurut
pasal 1 PP No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran
waralaba, pengertian waralaba (franchisee) adalah : “perikatan di mana salah
satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak
lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain
tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”.
Waralaba
dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu waralaba merek dan produk dagang
(product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (business format
franchise). Dalam Waralaba merek dagang dan produk, pemberi waralaba memberikan
hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh
pemberi waralaba disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas
pemberian izin pengunaan merek dagang tersebut pemberi waralaba mendapatkan
suatu bentuk bayaran royalty di muka, dan selajutnya dia juga mendapat
keuntungan dari penjualan produknya. Misalnya: SPBU menggunakan nama/merek
dagang PERTAMINA.
Sedangkan
waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang kepada
pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada penerima waralaba untuk
berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba dan
untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang
diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih menjadi
terampil dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang
terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Waralaba
format bisnis ini terdiri dari :
1) Konsep bisnis yang menyeluruh dari
pemberi waralaba.
2) Adanya proses permulaan dan
pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi
waralaba.
3) Proses bantuan dan bimbingan
terus-menerus dari pihak pemberi waralaba.
Dalam
bisnis franchise ini, yang dapat diminta dari franchisor oleh franchisee adalah
sebagai berikut :
1) Brand name yang meliputi logo,
peralatan dan lain-lain.
2) Sistem dan manual operasional
bisnis.
3) Dukungan dalam beroperasi. Karena
franchisor lebih mempunyai pengalaman luas.
4) Pengawasan (monitoring). Untuk
memastikan bahwa sistem yang disediakan dijalankan dengan baik dan benar secara
konsisten.
5) Penggabungan promosi/joint
promotion, hal ini berkaitan dengan brand name.
6) Pemasokan, ini berlaku bagi
franchisee tertentu, misalnya bagi franchisor yang merupakan supplier bahan
makanan/minuman. Kadang franchisor juga memasok mesin-mesin atau peralatan yang
diperlukan.
Franchisor
yang baik biasanya ikut membantu franchisee untuk mendapatkan sumber dana modal
dari investor (fund supply) seperti bank misalnya, meskipun itu jarang sekali.
Perjanjan waralaba adalah perjanjian formal. Hal tersebut dikarenakan
perjanjian waralaba memang disyaratkan pada pasal 2 PP No. 16 Tahun 1997 untuk
dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai
perlindungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba.
Secara
umum dikenal adanya dua macam atau jenis kompensasi yang dapat diminta oleh
pemberi waralaba (franchisor) dari penerima waralaba (franchisee) :
Pertama,
kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compensation) adalah
lump sum payment dan royalty. Lump sum payment adalah suatu jumlah uang yang
telah dihitung terlebih dahulu yang wajib dibayarkan oleh penerima waralaba
(franchisee) pada saat persetujuan pemberian waralaba disepakati. Sedangkan
royalty adalah jumlah pembayaran yang dikaitkan dengan suatu presentasi
tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan barang dan/atau
jasa yang diproduksi atau dijual berdasarkan perjanjian, baik disertai dengan
ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum jumlah royalty tertentu atau tidak.
Kedua,
kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect and nonmenetary
compensation). Meliputi antara lain keuntungan sebagai akibat dari penjualan
barang modal atau bahan mentah, yang merupakan satu paket dengan pemberian
waralaba, pembayaran dalam bentuk deviden ataupun bunga pinjaman dalam hal
pemberi waralaba juga turut memberikan bantuan financial, baik dalam bentuk ekuitas
atau dalam wujud pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang, cost shifting
atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh pemberi
waralaba, perolehan data pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima
lisensi dan lain sebagainya.
Menurut
pasal 3 ayat 1 PP nNo. 16 Tahun 1997, bahwa pemberi waralaba sebelum mengadakan
perjanjian dengan penerima waralaba wajib menyampaikan keterangan-keterangan
antara lain mengenai, nama pihak pemberi waralaba, hak atas kekayaan
intelektual, persyaratan-persyaratan, bantuan dan fasilitas, hak dan kewajiban,
pengakhiran, pembatalan dan perpanjangan perjanjian.
E.
Franchise
dalam Pandangan Islam
1.
Pengertian Syirkah
Kerja sama dalam hal jual beli dalam Islam dinamakan syirkah bukan franchisee. Ulama Hanafiyah mendefinisikan Syirkah sebagai suatu persetujuan antara dua orang atau lebih untuk
bekerja sama dalam hal modal dan keuntungan. Ulama Malikiyah mengatakan syirkah
adalah suatu perizinan antara dua orang yang bekerja sama untuk bertindak
secara hukum terhadap harta mereka. Ulama Syafi’iyyah dan Hanabiyah memberikan
pengertian bahwa syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih di dalam
suatu transaksi. Ahli hukum Ali al- Khafit memberikan defnisi lebih luas yaitu
kontrak dua orang atau lebih untuk kerja sama dalam modal dan laba, atau untuk
keikutsertaan di dalam modal orang lain dan labanya, atau untuk keikutsertaan
di dalam laba dan tanpa keikutsertaan di dalam modal.(Umar F Maughul, : 475) Syirkah
atau musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.(Dimyauddin Djuwaini, 2008 : 2007).
Berdasarkan beberapa
definisi di atas, subtansi akad syirkah adalah ikatan (kontrak) kerjasama yang
dilakukan dua orang atau lebih dalam usaha bisnis atau perdagangan. Keuntungan
dan kerugiannya ditanggung bersama.
Akad asy-syirkah dibolehkan, menurut para
ulama fiqh, berdasarkan kepada firman Allah dalam surat Shad (38) ayat 24 ) yang berbunyi :
“sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, dan amat sedikit mereka ini”
Kata “berserikat”
(al-khulatha) dalam ayat tersebut bisa diartikan saling bersekutu atau
partnership yaitu kerjasama dua pihak atau lebih untuk melakukan sebuah usaha
perniagaan. (Wahbah Az-Zuhaili, 2007 : Juz V : 3876). Dalam sebuah hadis Qudsi
Rasulullah saw bersabda:
Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan dari dua orang itu (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah ) (Abu Dawud, 1996, Juz II : 462)
Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan dari dua orang itu (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah ) (Abu Dawud, 1996, Juz II : 462)
Hadits ini secara jelas
membenarkan adanya praktek akad syirkah dan menunjukkan urgensi sifat amanah
dan tidak membenarkan adanya khianat dalam kontrak syirkah (Wahbah az-Zuhaili,
2002 : 100)
2. Macam-Macam Syirkah
Syirkah terbagi menjadi
dua yaitu syirkah amlak (milik) dan syirkah uqud (akad) :
a. Syirkah Amlak
a. Syirkah Amlak
Syirkah al-Amlak, adalah
dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda. Syirkah ini terbagi menjadi:
(a) syirkah milik Jabriyah yaitu syirkah yang terjadi tanpa ada keinginan para
pihak yang bersangkutan. Misalnya Harta warisan itu menjadi milik bersama
orang-orang yang menerima warisan itu. (b) syirkah milik Ikhtiyariyah, yaitu
syirkah yang terjadi atas keinginan para pihak yang bersangkutan. Seperti dua
orang bersepakat membeli suatu barang dan barang tersebut menjadi milik mereka
secara berserikat(Sayuti Thalib, 1986 : 79-83).
b. Syiirkah Uqud
Syirkah al-Uqud adalah persekutuan
antara dua orang atau lebih yang timbul dengan cara kesepakatan atau akad
(perjanjian).di mana dua orang atau lebih bersepakat atau setuju bahwa tiap
orang dari mereka ikut memberikan modal dan merekapun bersepakat berbagai
keuntungan dan kerugian.(Muh. Syafi’i Antonio, 2002 : 91-92)
Syirkah al-Uqud ini
secara garis besar terbagi menjadi syirkah amwal (keuangan), syirkah a’mal
(operasional) Syirkah wujuh (Good will), dan syirkah Mudharabah (Adiwarman A.
Karim, 2001 : 81) Syirkah amwal (keuangan) terbagi menjadi syirkah al-“inan dan
al-mufawadhah. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab “ al-Fiqh al-Islami wa Adullatuhu
“ membagi syirkah akad menjadi syirkah al-‘inan, al-mufawwadhah, al-A’mal, dan
Syirkah al-Wujuh.(Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz VI : 3878).
Dalam kitab “Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid” dijelaskan syirkah menurut fukoha-fukoha
Amshar secara garis besar dibagi menjadi empat macam, yaitu syirkah ‘inan,
Syirkah ‘abdan, syirkah mufawadhah dan syirkah wujuh.(Ibnu Rusyd, 1989 : 407).
Jenis-jenis syirkah yang
termasuk ke dalam kategori syirkah al-‘uqud, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)
Syirkah al-‘inan, yaitu kontrak
kerja sama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha bisnis dan mereka
berbagi keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati bersama.(Muhammad
Syafi’i Antonio, 2001 : 92). Dalam syirkah al-‘Inan disyaratkan porsi
masing-masing pihak baik dalam kontribusi modal, kerja, ataupun bagi hasil
tidak harus sama, tetapi sesuai dengan kesepakatan (Wahbah az-Zuhaili, 1997,
Juz V : 3881), sedangkan kerugian yang diderita menjadi tanggung jawab bersama
sesuai dengan persentase atau saham masing-masing.(Muhammad Syafi’i Antonio,
2001 :92). Madzhab hanafi dan Hambali mengizinkan pembagian keuntungan dalam
syirkah al-“Inan dengan memilih salah satu alternatif berikut : (a) keuntungan
yang diperoleh dibagi sesuai dengan kontribusi modal yang diberikan oleh
masing-masing pihak, (b) keuntungan bisa dibagi secara sama, walaaupun
kontribusi modal masing-masing pihak mungkin berbeda, (c) keuntungan bisa
dibagi tidak sama tapi kontribusi dana yang diberikan sama. Madzhab maliki dan
Syafi’I menerima jenis akad syirkah ini dengan syarat, keuntungan dan kerugian
dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi dana yang
ditanamkan.(Dimyauddin Djuwaini, 2008 : 212). Di Indonesia, penerapan syirkah
al-‘inan dapat dilihat dalam penyertaan modal di Perseroan Terbatas (PT).(Adi
Warman A. Karim, 2001 : 81 ).
2)
Syirkah al-mufawadhah, yaitu
kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih pada suatu usaha bisnis, dan
setiap pihak berbagi keuntungan dan kerugian secara sama dengan syarat
masing-masing pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya, serta melakukan
tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga masing-masing pihak dapat bertindak
hukum atas nama orang-orang yang berserikat itu.. Unsur penting atau syarat
utama dari jenis syirkah mufawadhah ini adalah, baik dalam masalah modal,
kerja, tanggung jawab, keuntungan dan kerugian, masing-masing pihak yang
mengikatkan diri dalam syirkah ini mempunyai hak dan kewajiban yang
sama(Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 92)
3)
Syirkah al-wujuh, yaitu kontrak
kerja sama antara dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali,
tetapi memiliki reputasi dan prestasi serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli
barang dengan kredit dan menjualnya dengan harga tunai; sedangkan keuntungan
dibagi bersama.( Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 93). Dalam syirkah seperti
ini, pihak yang berserikat membeli barang secara kredit, hanya atas dasar suatu
kepercayaan, kemudian barang yang mereka kredit itu mereka jual dengan harga
tunai, sehingga mereka meraih keuntungan(Nasrun Haroen, 2002 : 171).
4)
Syirkah al-A’mal (al-Abdan),
kontrak kerja sama antara dua orang seprofesi untuk menerima suatu pekerjaan
secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.( Muhammad Syafi’i
Antonio, 2001 : 92). Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap
sebuah proyek atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima proyek pembuatan
seragam sekolah. Hasil atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan mereka berdua.
Hukum kebolehan syirkah
dari empat macam syirkah diatas, yang telah disepakati oleh fukoha (ahli fiqh)
adalah syirkah ‘inan. Tiga macam syirkah lainnya masih diperselisihkan. Imam
Maliki dan Hanafi membolehkan syirkah mufawadhah, sedang Syafi’i tidak
membolehkannya. Imam Hanafi dan ahli fiqh Malikiyah membolehkan syirkah ’abdan,
tetapi Syafi’i melarangnya. Hanafi membolehkan syirkah wujuh, Maliki dan
Syafi’i tidak membolehkannya(Ibnu Rusyd, 1989 : 407 – 412).
Alasan perselisihan ahli
fiqh diatas, terletak pada segi penekanan. Bagi ahli fiqh yang menekankan
terjadinya syirkah terletak pada percampuran modal atau harta, maka syirkah
‘abdan dan wujuh tidak dibolehkan (pola pikir ini diikuti terutama oleh Syafi’i
). Bagi ahli fiqh yang menekankan terjadinya syirkah terletak pada usaha
(tenaga) baik dengan modal harta maupun tanpa modal harta, maka keberadaan
syirkah ‘abdan dan wujuh dibolehkan (pola pikir ini dianut terutama oleh
Hanafi)(Ibnu Rusyd, 1989 : 407-412)
3. Rukun dan Syarat Asy-syirkah
Rukun Syrikah adalah
sighot (ijab dan kabul), pihak yang bertransaksi, dan obyek transaksi (modal
dan kerja). Ulama fiqh memberikan beberapa syarat, agar rukun-rukun tersebut
dapat menimbulkan keabsahan syirkah. Syarat-Syarat yang dimaksud akan
dijelaskan sebagai beiklut :
a. Syarat Umum Syirkah
a. Syarat Umum Syirkah
1)
Sighat atau ijab dan kabul
harus diungkap oleh kedua pihak atau lebih untuk mempertegas atau menunjukkan
kemauan mereka, dan ada kejelasan tujuan dalam melakukan sebuah kontrak.
2)
Mitra syirkah harus kompeten
dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan., karena dalam syirkah,
setiap partner mendapat izin dari pihak lain untuk menjalankan transaksi
bisnis, masing-masing partner merupakan wakil dari pihak lain.
3)
Keuntungan dikuantifikasikan,
artinya masing-masing partner (mitra syirkah) mendapatkan bagian yang jelas
dari hasil keuntungan bisnis, bisa berbentuk nisbah atau persentase, misalnya
20 persen untuk masing-masing partner.
4)
Penentuan pembagian keuntungan
tidak boleh dalam jumlah nominal yang pasti (misal lima ratus ribu setiap
partner), karena hal ini bertentangan dengan subtansi syirkah (berbagi hasil
dan resiko)(Wahbah az-Zuhaili, 1997 : Juz V : 3889-3890). Subtansi syirkah
dalam hal berbagai hasil dan resiko harus ditanggung bersama sesuai dengan
kuantitas dan kualitas saham (modal) yang ditanamkan dan beban kerja masing
pihak (mitra Bisnis).(Fikriyah Abdullah dkk, 2007, Vol 33, No.2 : 143).
c.
Syarat Khusus Syirkah Amwal
(Modal/Harta)
1). Modal harus ada
ketika melakukan kontrak atau akan menjalankan bisnis. Modal tidak harus
digabung jadi satu, karena syirkah merupakan kontrak untuk menjalankan usaha,
didalamnya terdapat unsur wakalah, wakalah dapat dilakukan atas dua harta
sebelum dilakukan percampuran (Wahbah az-Zuhaili, 1997 : Juz V : 3889-3890).
2). Modal harus berupa
uang, tetapi menurut Maliki modal tidak harus berupa uang, boleh berupa barang
non moneter asalkan dapat ditentukan kadar nilai atau harga pasarnya (Umar F.
Moughul, 2007 : 477).
d. Syarat khusus untuk
syirkah al-Mufawadhah
Madzhab Hanafiyah yang membolehkan bentuk syirkah ini, mengemukakan beberapa syarat untuk keabsahan syirkah al-mufawadhah, yaitu:
Madzhab Hanafiyah yang membolehkan bentuk syirkah ini, mengemukakan beberapa syarat untuk keabsahan syirkah al-mufawadhah, yaitu:
1). Kedua belah pihak
cakap dijadikan wakil.
2). Modal yang diberikan
masing-masing pihak harus sama, kerja yang dikerjakan juga sama, dan keuntungan
yang diterima semua pihak kuantitasnya juga harus sama. (c) semua pihak berhak
untuk bertindak hukum dalam seluruh objek perserikatan itu. Artinya, tidak
boleh satu pihak hanya menangani hal-hal tertentu dan pihak lain menangani hal
lain. (d) lafal yang dipergunakan dalam akad adalah lafal al-mufawadhah.
Menurut mereka, apabila salah satu syarat diantara syarat-syarat menjadi
syirkah al-‘inan.(Nasrun Haroen, 2002 : 174)
d. Syarat Khusus Syirkah
A’mal
Syarat khusus untuk syirkah A’mal dibedakan antara yang berbentuk al-mufawadhah dengan yang berbentuk al-‘inan. Untuk yang berbentuk mufawadhah syaratnya sama dengan syirkah al-mufawadhah, sedangkan yang berbentuk al-‘inan syaratnya hanya satu, yaitu pihak-pihak yang berakad adalah orang-orang yang cakap bertindak sebagai wakil, karena mitra syirkah al-“inan harus orang yang memiliki kompeten dan ahliyah untuk menjalankanusaha (Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz V : 3899).
Syarat khusus untuk syirkah A’mal dibedakan antara yang berbentuk al-mufawadhah dengan yang berbentuk al-‘inan. Untuk yang berbentuk mufawadhah syaratnya sama dengan syirkah al-mufawadhah, sedangkan yang berbentuk al-‘inan syaratnya hanya satu, yaitu pihak-pihak yang berakad adalah orang-orang yang cakap bertindak sebagai wakil, karena mitra syirkah al-“inan harus orang yang memiliki kompeten dan ahliyah untuk menjalankanusaha (Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz V : 3899).
e.
Syarat khusus Syirkah Wujuh
Syarat khusus untuk syirkah al-wujuh, jika syirkah ini berbentuk al-mufawadhah, maka syaratnya sama dengan syirkah al-mufawadhah, yaitu piha-pihak yang berserikat itu adalah orang yang cakap menjadi wakil, modal yang diberikan semua pihak sama jumlahnya, pembagian kerjanya sama, dan keuntungan dibagi bersama. Jika syirkah al-wujuh ini berbentuk al-‘inan, maka boleh saja modal salah satu pihak lebih besar dari pihak lain, dan keuntungan dibagi menurut persentase modal masing-masing, karena kadar kewajiban dan hak berdasarkan kontribusi yang diberikan (Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz V : 3899).
Syarat khusus untuk syirkah al-wujuh, jika syirkah ini berbentuk al-mufawadhah, maka syaratnya sama dengan syirkah al-mufawadhah, yaitu piha-pihak yang berserikat itu adalah orang yang cakap menjadi wakil, modal yang diberikan semua pihak sama jumlahnya, pembagian kerjanya sama, dan keuntungan dibagi bersama. Jika syirkah al-wujuh ini berbentuk al-‘inan, maka boleh saja modal salah satu pihak lebih besar dari pihak lain, dan keuntungan dibagi menurut persentase modal masing-masing, karena kadar kewajiban dan hak berdasarkan kontribusi yang diberikan (Wahbah az-Zuhaili, 1997, Juz V : 3899).
Syirkah mudhârabah ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu
mudharabah muthlaqah dalam hal ini pemodal memberikan hartanya kepada pelaksana
untuk dimudharabahkan dengan tidak menentukan jenis kerja, tempat dan waktu
serta orang. Sedangkan mudharabah muqayyadah (terikat suatu syarat), adalah
pemilik modal menentukan salah satu dari jenis di atas.
Bila
diperhatikan dari sudut bentuk perjanjian yang diadakan waralaba (franchising)
dapat dikemukakan bahwa perjanjian itu sebenarnya merupakan pengembangan dari
bentuk kerjasama (syirkah). Hal ini disebabkan karena dengan adanya perjanjian
franchising, maka secara otomatis antara franchisor dan franchisee terbentuk
hubungan kerja sama untuk waktu tertentu (sesuai dengan perjanjian). Kerja sama
tersebut dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan bagi kedua belah pihak.
Dalam
waralaba diterapkan prinsip keterbukaan dan kehati-hatian, hal ini sesuai
dengan prinsip transaksi dalam Islam yaitu gharar (ketidakjelasan). Akan tetapi
yang perlu di garis bawahi adalah dalam bisnis franchise yang diterapkan secara
umum hanya menerapkan pembagian keuntungan saja tidak menanggung kerugian
bersama, itu sangat bertentangan dengan hukum syirkah dimana keuntungan dan
kerugian di tanggung bersama.
4.
Analisa Perbandingan
Suatu
waralaba adalah bentuk perjanjian kerja sama (syirkah) yang sisinya memberikan
hak dan wewenang khusus kepada pihak penerima. Waralaba merupakan suatu
perjanjian timbal balik, karena pemberi waralaba (franchisor) maupun penerima
waralaba (franchisee) keduanya berkewajiabn untuk memenuhi prestasi tertentu.
Setelah pemaparan yang panjang lebar mengenai franchising di atas, terdapat
persamaan dan perbedaan franchising menurut hukum Islam dan hukum positif.
Persamaannya
adalah Pertama, franchising adalah kerjasama (syirkah) yang saling
menguntungkan, berarti franchising memang dapat dikatakan kategori dari syirkah
dalam hukum Islam. Kedua, terdapat prestasi bagi penerima waralaba, hal ini
sama dengan syirkah mudharabah muqayyadah. Ketiga, terdapat barang, jasa dan
tenaga memenuhi salah satu syarat syirkah. Keempat, terdapat 2 orang atau lebih
yang bertransaksi, sepakat, hal tertentu, ditulis (dicatat) dan oleh sebab
tertentu sesuai dengan syarat akad, khususnya syirkah mudharabah.
Diatas
telah dijelaskan bahwa franchising lebih hampir serupa dengan syirkah jenis
mudharabah. Adapun perbedaannya terletak pada, Pertama, dalah syirkah
mudharabah, modal harus berupa uang, tidak boleh barang. Sedangkan dalam
franchising modal dapat dibantu oleh franchisor baik uang, barang atau tenaga
professional. Kedua, dalam franchising terdapat kerja sama dalam bidang hak
kekayaan intelektual (HAKI), yaitu merek dagang. Dan dalam hukum Islam hal
tersebut termasuk syirkah amlak (hak milik).
Ketiga,
tidak bolehnya kerja sama dalam hal berjualan barang haram, sedangkan dalam
hukum positif tidak terdapat pembatasan terhadap hal tersebut, misal transaksi
jual-beli barang najis dan memabukkan, seperti babi dan miras.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dia atas maka dapat
disimpulkan bahwa Waralaba adalah suatu sistem bisnis baru yang dikenalkan
oleh amerika dan menjadi bisnis yang diterima oleh pemerinatahan
Indonesia dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tentang waralaba tersebut. Waralaba
adalah kerjasama antara franchisor dengan franchise untuk memperluas pemasaran
suatu produk yang sudah dikembangkan oleh franchisor terlebih dahulu.
Bisnis franchise dalam pandangan Islam dikenal dengan nama syirkah dimana kerja sama jual beli dilakukan
dengan keuntungan dan kerugian di tanggung bersama sesuai hukum syirkah. Dalam waralaba terdapat tiga bentuk
transaksi yaitu transaksi penyewaan lisensi, transaksi penyewaan manajeman,
transaksi pembayaran royalty. Ketiga transaksi ini dibolehkan dalam Islam
karena sama dengan sistem ijarah.
Waralaba (franchising)
dapat dikategorikan ke dalam perkembangan syirkah mudharabah jenis muqayadah
dimana pihak penerima waralaba (franchisee) terikat oleh peraturan-peraturan
yang diberikan oleh pemberi waralaba atau dalam syirkah mudharabah disebut
dengan pemberi modal. Perkembangannya adalah masuknya hak milik atau HAKI ke
dalam transaksi, mungkin hal ini dapat dimasukkan syirkah ikhtiyariyah secara
garis besar.
B.
Saran
Penerapan
franchise secara umum dimana kerugian di tanggung masing-masing pemegang
franchisee dan modal yang di keluarkan dianggap hangus, meskipun franchising ini diperbolehkan dengan alasan perkembangan
syirkah, maka disarankan apabila kita menjalankan bisnis waralaba seharusnya
mengikuti prinsip dasar transaksi dalam hukum Islam dan barang yang dibuat
untuk transaksi tidak bertentangan dengan syara’ atau obyek yang diharamkan
dalam Islam. Wallahu A’lam
Daftar Pustaka
pembahasa yang sangat pnjang lebar tentang franchise.benar sekali saat ini perkembangan bisnis warala di indonesia sangat pesat sekali. bahkan sampai makan ringanpun di jadikan bisnis franchise waralaba murah di indonseisa. terima kasih untuk info bisnis waralabanya. salam kenal.
BalasHapus
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut