Rabu, 13 Februari 2013

outsorshing prespektif islam




Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. yang menjadi dasar hubungan kerja adalah perjanjian kerja. Atas dasar Perjanjian Kerja itu kemudian muncul unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dasar Hukum praktik outsourcing adalah Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Kepmenakertrans Nomor 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh serta Kepmenakertrans Nomor 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
Berangkat dari hal tersebut, pengaturan hak-hak pekerja sangat penting dalam kehidupan industry Indonesia yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan sebagai penjabaran dari pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia dan UUD 45 sebagai dasar hukum konstitusi Indonesia. Dicanangkannya hukum sebagai panglima dan sifat hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, maka dimunculkan aturan tentang ketenagakerjaan, aturan tersebut berupa Undang-Undang Ketenagakerjaan yang meliputi Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenagakerja, Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industri, Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serika Pekerja/Serikat Buruh dan Peraturan Pemerintah maupun keputusan pemerintah yang berkaitan dengan dunia ketenagakerjaan.
Salah satu persoalan yang penting dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia yaitu tentang hak-hak dasar pekerja, dan perlindungan PHK (Jaminan Kerja). Akan tetapi perkembangan fenomena saat ini, semenjak diberlakukannya Instruksi Persiden No.3 Tahun 2006 tentang paket kebijakan iklim investasi disebutkan bahwa outsourcing sebagai salah satu faktor yang harus di perhatikan secara serius dalam menarik iklim investasi ke Indonesia. Mulailah terjadi perubahan hubungan kerja dari permanen (kerja tetap) menjadi kerja kontrak outsourcing yang penerapannya menjamur dikalangan perusahaan Indonesia, dan hal ini ditegaskan dalam aturan pasal 64, 65, dan 66 Undang-Undang No.13 Tahun 2003.
Sistem kerja kontrak ini sebenarnya sudah berjalan di era penjajahan Belanda dengan gaya lama, di orde baru bahkan di era reformasi dikembangkan menjadi kebijakan baru yang disebut outsourcing. Makna outsourcing sendiri lebih luas dari pengertian PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), yakni jika PKWT hubungannya antara dua belah pihak sedangkan outsourcing melibatkan pihak ketiga yang disebut penyelenggara jasa kerja. Tujuannya untuk efisiensi biaya produksi perusahaan guna menambah maupun menjaga perolehan keuntungan perusahaan sebesar-besarnya. Disisi lain pihak para pekerja menjadi khawatir dikarenakan tidak ada jaminan kerja terhadap pekerja kontrak, sehingga sewaktu-waktu pekerja dapat di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) bahkan tanpa adanya pesangon maupun upah penghargaan sebagai hak dasar pekerja. Hal ini disebabkan adanya peraturan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menerangkan bahwa uang pesangon hanya diberikan kepada pekerja permanen bukan pekerja kontrak outsourcing. Hal ini tak jarang mengakibatkan pihak pekerja (yang sadar tentang hak-haknya) melakukan demonstrasi besar-besaran guna menuntut hak-hak dasar mereka.
Setelah dilihat dari pemaparan diatas berkaitan dengan masalah hukum tersebut, Islam tidak menutup kajian tentang permasalahan yang berkaitan dengan pengaturan ketenagakerjaan. Islam berpandangan bahwa modal tidak dapat menghasilkan laba tanpa adanya seorang pekerja (buruh). Motivasi seseorang bekerja atau berusaha acapkali berasal dari keyakinan yang dia miliki. Dorongan dari agama bisa membuat seseorang rajin bekerja karena menganggap pekerjaan itu sebagai ibadah. Jadi, seharusnya buruh diperlakukan secara manusiawi dengan diberi hak untuk hidup secara layak, bukan malah ditindas.
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, artinya Islam adalah rahmat bagi sekalian alam. Dengan kata lain, tak ada secuil pun di muka bumi ini yang tak diatur atau diperhatikan dalam Islam. Demikian juga untuk konteks hukum perburuhan. Beberapa teks ayat suci Alqur’an, Hadist maupun perjalanan sejarah kehidupan masyarakat Islam banyak yang menyinggung masalah perburuhan baik langsung maupun tak langsung. Surat Al-Baqarah Ayat 286 misalnya yang menjadi pijakan bagi buruh untuk mendapat hak beristirahat. Atau surat At-Taubah Ayat 105 dan surat Al Anfal ayat 27 yang menggariskan kewajiban bagi buruh. Dalam tataran hadist, pernyataan Rasulullah SAW tentang Bayarlah upah buruhmu sebelum kering keringatnya, pasti sudah akrab di telinga kita. Jadi, buruh maupun pengusaha harus berpikir dua kali jika ingin mengatakan Islam tak mengatur masalah hukum perburuhan.
Islam sangat anti dengan kapitalisme dalam masalah perburuhan. Pasalnya, dalam ideologi ini, buruh dipandang tak lebih dari sekedar ‘mesin pencetak uang’ dengan keringatnya sebagai ‘bahan bakar’. Namun begitu, tak serta merta Islam identik dengan sosialisme. Pada hal tertentu, seperti masalah pengupahan, Islam tetap mengenal ‘diskriminasi’ berdasarkan skill dan profesionalisme si pekerja. Dengan kata lain, tak ada prinsip ‘sama rasa, sama rata’ untuk masalah upah di dalam Islam.
Secara garis besar prinsip-prinsip hukum islam yang harus dijadikan pedoman dalam melaksanakan aktifitas bermuamalah menurut Ahmad Azhar Basyir (1997) adalah sebagai berikut:
1)      Pada dasarnya segala bentuk bermuamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
2)      Bermuamalah dilakukan atas dasar suka rela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan.
3)      Bermuamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan madarat dalam hidup masyarakat.
4)      Bermuamalah dilaksanakan dengan memelihara keadilan, menghindarkan dari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambialan kesempatan dalam kesempitan.
Peran Negara Dalam sebuah negara kapitalis, Antonio Gramsci, seorang pemikir neo-marxis dari Italia, membagi struktur masyarakat kedalam beberapa lapisan. Masyarakat petani ada di lapisan paling bawah. Di atasnya ada kelas buruh yang harus membanting tulang untuk keperluan masyarakat lapisan atasnya, pengusaha. Lapisan paling atas adalah negara yang menarik pajak dari pengusaha. Ironisnya, pajak itu ‘ibarat’ suap agar negara melindungi kepentingan pengusaha melalui perangkat hukum, militer, pendidikan dan agama. Kondisi Indonesia saat ini tak jauh berbeda dengan yang digambarkan Gramsci.
Negara, menurut Islam, seharusnya berperan ibarat wasit yang menjaga aturan main perburuhan. Termasuk di dalamnya mengenai kewajiban pengusaha secara sukarela mengembalikan ‘nilai lebih’ kepada pekerjanya. Negara harus melakukan upaya paksa jika pengusaha tak mau menjalankannya secara sukarela. Dengan demikian peran negara dalam sistem Islam bertolak belakang dengan sistem kapitalisme.
Sikap Islam terhadap outsourcing (OS) dapat dilihat spiritnya pada prinsip yang dianjurkan Islam dalam soal hubungan antara majikan dan buruh secara umum yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, perintah memenuhi hak-hak kedua belah pihak yaitu buruh dan majikan. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah 5:1
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
 (Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.)
Kedua, dianggap suatu kedzaliman apabila majikan tidak majikan mengakhirkan atau memperlambat pemberian gaji buruh padahal majikan mampu memberikan gaji tepat waktu. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim Nabi menyatakan:
 مطل الغني ظلم، وإذا أتبع أحدكم على مليء فليتبع
 (Orang kaya yang memperlambat bayaran buruhnya adalah dzalim)
Dalam hadits lain Nabi bersabda
 أعطوا الأجير حقه قبل أن يجف عرقه
(Berikan hak buruh sebelum kering keringatnya).


Ketiga, ancaman keras bagi majikan yang tidak memberikan hak (gaji) pada buruhnya. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari Nabi bersabda:
عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: قال الله: ثلاثة أنا خصمهم يوم القيامة: رجل أعطي بي ثم غدر، ورجل باع حرا فأكل ثمنه، ورجل استأجر أجيرا فاستوفى منه ولم يعط أجره

Artinya: Nabi bersabda bahwa Allah berfirman: Ada tiga orang yang aku sangat marah pada hari kiamat: .... (3) laki-laki yang mempekerjakan buruh tapi tidak memberikan gajinya.
Inilah guidelins prinsip dalam Islam seputar hubungan majikan dan buruh atau pekerja. Yang intinya, selagi buruh melakukan pekerjaan dengan benar dan majikan memberikan hak-hak buruh sesuai dengan kesepakatan bersama dan tepat waktu, maka hukumnya dibolehkan. Adapun format sistem pekerjaan, apakah tradisional, sistem kontrak, atau sub-kontrak (outsurcing) adalah masalah teknis yang dinamis dari waktu ke waktu yang dibolehkan dalam Islam.












2 komentar: