outsorshing prespektif islam
Ketiga, ancaman keras bagi majikan yang tidak memberikan hak (gaji) pada buruhnya. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari Nabi bersabda:
Artinya: Nabi bersabda bahwa Allah berfirman: Ada tiga orang yang aku sangat marah pada hari kiamat: .... (3) laki-laki yang mempekerjakan buruh tapi tidak memberikan gajinya.
Hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. yang
menjadi dasar hubungan kerja adalah perjanjian kerja. Atas dasar Perjanjian
Kerja itu kemudian muncul unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dasar Hukum
praktik outsourcing adalah Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan dan Kepmenakertrans Nomor 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara
Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh serta Kepmenakertrans Nomor
220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Perusahaan Lain.
Berangkat dari hal tersebut, pengaturan
hak-hak pekerja sangat penting dalam kehidupan industry Indonesia yang diatur
dalam undang-undang ketenagakerjaan sebagai penjabaran dari pancasila sebagai
falsafah bangsa Indonesia dan UUD 45 sebagai dasar hukum konstitusi Indonesia.
Dicanangkannya hukum sebagai panglima dan sifat hukum ketenagakerjaan mengatur
hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, maka dimunculkan aturan tentang
ketenagakerjaan, aturan tersebut berupa Undang-Undang Ketenagakerjaan yang
meliputi Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenagakerja, Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Perselisihan
Hubungan Industri, Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serika
Pekerja/Serikat Buruh dan Peraturan Pemerintah maupun keputusan pemerintah yang
berkaitan dengan dunia ketenagakerjaan.
Salah satu persoalan yang penting dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia yaitu tentang hak-hak dasar pekerja,
dan perlindungan PHK (Jaminan Kerja). Akan tetapi perkembangan fenomena saat
ini, semenjak diberlakukannya Instruksi Persiden No.3 Tahun 2006 tentang paket
kebijakan iklim investasi disebutkan bahwa outsourcing sebagai salah satu
faktor yang harus di perhatikan secara serius dalam menarik iklim investasi ke
Indonesia. Mulailah terjadi perubahan hubungan kerja dari permanen (kerja
tetap) menjadi kerja kontrak outsourcing yang penerapannya menjamur dikalangan
perusahaan Indonesia, dan hal ini ditegaskan dalam aturan pasal 64, 65, dan 66
Undang-Undang No.13 Tahun 2003.
Sistem kerja kontrak ini sebenarnya
sudah berjalan di era penjajahan Belanda dengan gaya lama, di orde baru bahkan di
era reformasi dikembangkan menjadi kebijakan baru yang disebut outsourcing.
Makna outsourcing sendiri lebih luas dari pengertian PKWT (Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu), yakni jika PKWT hubungannya antara dua belah pihak sedangkan
outsourcing melibatkan pihak ketiga yang disebut penyelenggara jasa kerja.
Tujuannya untuk efisiensi biaya produksi perusahaan guna menambah maupun
menjaga perolehan keuntungan perusahaan sebesar-besarnya. Disisi lain pihak
para pekerja menjadi khawatir dikarenakan tidak ada jaminan kerja terhadap
pekerja kontrak, sehingga sewaktu-waktu pekerja dapat di PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) bahkan tanpa adanya pesangon maupun upah penghargaan sebagai
hak dasar pekerja. Hal ini disebabkan adanya peraturan dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang menerangkan bahwa uang pesangon hanya diberikan kepada
pekerja permanen bukan pekerja kontrak outsourcing. Hal ini tak jarang
mengakibatkan pihak pekerja (yang sadar tentang hak-haknya) melakukan
demonstrasi besar-besaran guna menuntut hak-hak dasar mereka.
Setelah dilihat dari pemaparan diatas
berkaitan dengan masalah hukum tersebut, Islam tidak menutup kajian tentang
permasalahan yang berkaitan dengan pengaturan ketenagakerjaan. Islam
berpandangan bahwa modal tidak dapat menghasilkan laba tanpa adanya seorang
pekerja (buruh). Motivasi seseorang bekerja atau berusaha acapkali berasal dari
keyakinan yang dia miliki. Dorongan dari agama bisa membuat seseorang rajin
bekerja karena menganggap pekerjaan itu sebagai ibadah. Jadi, seharusnya buruh
diperlakukan secara manusiawi dengan diberi hak untuk hidup secara layak, bukan
malah ditindas.
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin,
artinya Islam adalah rahmat bagi sekalian alam. Dengan kata lain, tak ada
secuil pun di muka bumi ini yang tak diatur atau diperhatikan dalam Islam.
Demikian juga untuk konteks hukum perburuhan. Beberapa teks ayat suci Alqur’an,
Hadist maupun perjalanan sejarah kehidupan masyarakat Islam banyak yang
menyinggung masalah perburuhan baik langsung maupun tak langsung. Surat
Al-Baqarah Ayat 286 misalnya yang menjadi pijakan bagi buruh untuk mendapat hak
beristirahat. Atau surat At-Taubah Ayat 105 dan surat Al Anfal ayat 27 yang
menggariskan kewajiban bagi buruh. Dalam tataran hadist, pernyataan Rasulullah
SAW tentang Bayarlah upah buruhmu sebelum kering keringatnya, pasti sudah akrab
di telinga kita. Jadi, buruh maupun pengusaha harus berpikir dua kali jika
ingin mengatakan Islam tak mengatur masalah hukum perburuhan.
Islam sangat anti dengan kapitalisme dalam
masalah perburuhan. Pasalnya, dalam ideologi ini, buruh dipandang tak lebih
dari sekedar ‘mesin pencetak uang’ dengan keringatnya sebagai ‘bahan bakar’. Namun
begitu, tak serta merta Islam identik dengan sosialisme. Pada hal tertentu,
seperti masalah pengupahan, Islam tetap mengenal ‘diskriminasi’ berdasarkan
skill dan profesionalisme si pekerja. Dengan kata lain, tak ada prinsip ‘sama
rasa, sama rata’ untuk masalah upah di dalam Islam.
Secara garis besar prinsip-prinsip hukum
islam yang harus dijadikan pedoman dalam melaksanakan aktifitas bermuamalah
menurut Ahmad Azhar Basyir (1997) adalah sebagai berikut:
1)
Pada
dasarnya segala bentuk bermuamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan oleh
al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
2)
Bermuamalah
dilakukan atas dasar suka rela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan.
3)
Bermuamalah
dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan
madarat dalam hidup masyarakat.
4)
Bermuamalah
dilaksanakan dengan memelihara keadilan, menghindarkan dari unsur-unsur penganiayaan,
unsur-unsur pengambialan kesempatan dalam kesempitan.
Peran Negara Dalam sebuah negara
kapitalis, Antonio Gramsci, seorang pemikir neo-marxis dari Italia, membagi
struktur masyarakat kedalam beberapa lapisan. Masyarakat petani ada di lapisan paling
bawah. Di atasnya ada kelas buruh yang harus membanting tulang untuk keperluan
masyarakat lapisan atasnya, pengusaha. Lapisan paling atas adalah negara yang
menarik pajak dari pengusaha. Ironisnya, pajak itu ‘ibarat’ suap agar negara
melindungi kepentingan pengusaha melalui perangkat hukum, militer, pendidikan
dan agama. Kondisi Indonesia saat ini tak jauh berbeda dengan yang digambarkan
Gramsci.
Negara, menurut Islam, seharusnya
berperan ibarat wasit yang menjaga aturan main perburuhan. Termasuk di dalamnya
mengenai kewajiban pengusaha secara sukarela mengembalikan ‘nilai lebih’ kepada
pekerjanya. Negara harus melakukan upaya paksa jika pengusaha tak mau
menjalankannya secara sukarela. Dengan demikian peran negara dalam sistem Islam
bertolak belakang dengan sistem kapitalisme.
Sikap Islam terhadap outsourcing
(OS) dapat dilihat spiritnya pada prinsip yang dianjurkan Islam dalam soal
hubungan antara majikan dan buruh secara umum yang dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Pertama, perintah memenuhi hak-hak
kedua belah pihak yaitu buruh dan majikan. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah
5:1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا
بِالْعُقُودِ
(Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah aqad-aqad itu.)
Kedua, dianggap suatu kedzaliman
apabila majikan tidak majikan mengakhirkan atau memperlambat pemberian gaji
buruh padahal majikan mampu memberikan gaji tepat waktu. Dalam hadits sahih
riwayat Bukhari dan Muslim Nabi menyatakan:
مطل الغني ظلم، وإذا أتبع أحدكم على مليء فليتبع
(Orang kaya yang
memperlambat bayaran buruhnya adalah dzalim)
Dalam hadits lain Nabi bersabda
أعطوا الأجير حقه قبل أن يجف عرقه
(Berikan hak buruh sebelum kering keringatnya).
Ketiga, ancaman keras bagi majikan yang tidak memberikan hak (gaji) pada buruhnya. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari Nabi bersabda:
عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: قال
الله: ثلاثة أنا خصمهم يوم القيامة: رجل أعطي بي ثم غدر، ورجل باع حرا فأكل ثمنه،
ورجل استأجر أجيرا فاستوفى منه ولم يعط أجره
Artinya: Nabi bersabda bahwa Allah berfirman: Ada tiga orang yang aku sangat marah pada hari kiamat: .... (3) laki-laki yang mempekerjakan buruh tapi tidak memberikan gajinya.
Inilah guidelins prinsip dalam Islam
seputar hubungan majikan dan buruh atau pekerja. Yang intinya, selagi buruh
melakukan pekerjaan dengan benar dan majikan memberikan hak-hak buruh sesuai
dengan kesepakatan bersama dan tepat waktu, maka hukumnya dibolehkan. Adapun
format sistem pekerjaan, apakah tradisional, sistem kontrak, atau sub-kontrak
(outsurcing) adalah masalah teknis yang dinamis dari waktu ke waktu yang
dibolehkan dalam Islam.
artielnya sangat bagus sekali.
BalasHapusHotel Murah di Jakarta
matap gan tulisannya. menarik sekali. unit link terbaik
BalasHapus